Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah menetapkan tiga pasang calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Ketiga pasangan capres-cawapres tersebut adalah Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.
Selepas penetapan ini dikhawatirkan terjadi pelanggaran kampanye dini. Rahmat Bagja Ketua Bawaslu membenarkan, jeda antara penetapan pasangan capres dan cawapres dengan masa kampanye, memang akan jadi titik rawan pelanggaran.
Oleh sebab itu, Bawaslu RI sudah menginstruksikan Bawaslu di tingkat provinsi dan kabupaten-kota, serta Panitia Pengawas Kecamatan untuk meningkatkan kewaspadaannya di tahapan ini.
Bagja menegaskan bahwa Bawaslu juga sudah berkali-kali mengingatkan partai politik peserta Pemilu agar tidak melakukan kampanye dini.
Menanggapi hal itu, Cecep Hidayat pengamat politik dari Universitas Indonesia (UI) tak menampik jika potensi kampanye dini sangat besar.
“Saat KPU menetapkan pasangan capres-cawapres, masih ada waktu dua pekan menuju masa kampanye. Jadi kemungkinan kampanye dini sangat besar,” terang Cecep dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya.
Cecep menyebut, bahkan kampanye dini itu sudah dilakukan sebelum KPU menetapkan pasangan capres dan cawapres. Berbagai foto bertebaran jalan raya. Beragam iklan muncul di semua kanal media, termasuk jejaring sosial.
“Dalam regulasi yang ada, masa kampanye dapat dilakukan setelah KPU menetapkan jadwal. Lalu masa sebelum itu disebut sosialisasi. Lebih ke perkenalan dan tidak ada ajakan untuk memilih,” jelasnya.
Hanya saja yang terjadi di lapangan tidak demikian. Bahkan sejumlah foto calon legislatif (caleg) telah bertebaran di jalanan dan media sosial beserta nomor urut setelah KPU mengeluarkan daftar calon tetap (DCT).
“Kadang-kadang, baik partai, calon, dan penyelenggara Pemilu tidak efektif menyosialisasikan masa kampanye Pemilu. Sehingga terjadi kampanye dini,” terang Cecep.
Cecep menambahkan, model kampanye dengan memajang foto seperti yang terjadi saat ini, sejatinya kurang efektif. Serta menyalahi aturan karena dilakukan sebelum masa kampanye resmi.
“Padahal wajah-wajah atau foto mereka itu tidak ada di kertas suara, hanya nama saja. Jadi sebenarnya kampanye itu tidak efektif juga,” ucap Cecep.
Untuk menghalau kemungkinan terjadinya kampanye dini ini, Cecep menilai butuh peran serta masyarakat untuk ikut mengawasi.
Sebab, potensi kecurangan terjadi di semua proses tahapan Pemilu. Mulai dari kampanye dini, pada masa kampanye resmi, hingga proses selanjutnya.
“Bawaslu butuh support dari masyarakat dan media untuk bersama-sama mengawal proses demokrasi yang terjadi di Indonesia,” tegas Cecep. (saf/ham)