Yakobus Jacki Uly Anggota Komisi III DPR RI mendorong agar Rancangan UU Komisi Yudisial (RUU KY) dapat mengembalikan kewenangan Komisi Yudisial, untuk mengawasi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK).
Hal itu disampaikannya, waktu menghadiri diskusi publik terkait Penguatan Komisi Yudisial Melalui Advokasi Perubahan Kedua RUU KY, di Universitas Nusa Cendana (Undana), Nusa Tenggara Timur, Jumat (10/11/2023).
Purnawirawan Polri berpangkat Irjen itu bilang, RUU KY sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional Penyusunan Undang-Undang (Prolegnas), dan sudah mulai dibahas untuk perubahan Undang-Undang tersebut.
Menurutnya, awal tahun 2024 sudah harus gencar dibahas karena banyak sekali hal-hal yang ganjil.
Sehingga, dia selaku Anggota Komisi III DPR RI yang bermitra dengan Komisi Yudisial perlu melakukan diskusi publik di Undana Kupang untuk menggalang masukan akademis, maupun mahasiswa. Apalagi, dia menilai banyak sekali pembatasan ruang gerak KY.
“Kita bisa melihat pembatalan KY mengawasi para hakim konstitusi. Selaku legislator saya memberi masukan karena melihat kelemahan-kelemahan yang terjadi terutama keputusan hakim yang lemah sehingga perlu dibahas di DPR RI Komisi III,” tegasnya seperti dilansir dpr.go.id, Minggu (12/11/2023).
Komisi III DPR RI, lanjutnya, ingin membuat Komisi Yudisial Indonesia lebih kuat dan memiliki kewenangan melalui RUU perubahan kedua Komisi Yudisial Nomor 22 Tahun 2004.
“Periode mendatang Komisi III DPR RI ingin agar KY memiliki kewenangan memutuskan sanksi terhadap hakim nakal,” ucapnya.
Diketahui, pada 2006 lalu, Mahkamah Konstitusi pernah memutuskan menerima sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Komisi Yudisial yang diajukan 31 hakim agung.
Dalam keputusan tersebut, Mahkamah Konstitusi memutuskan Komisi Yudisial tidak berwenang mengawasi Hakim Agung dan Hakim Konstitusi karena Undang-undang Komisi Yudisial dianggap belum sempurna.
Mahkamah Konstitusi berpendapat, segala ketentuan Undang-undang Komisi Yudisial yang menyangkut pengawasan harus dinyatakan bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945, dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat karena menimbulkan ketidakpastian hukum.
Hal itu sebagaimana disampaikan Jimly Asshiddiqie Ketua Mahkamah Konstitusi pada saat itu, waktu membacakan putusannya di gedung Mahkamah Konstitusi.
Menurut Mahkamah, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial tak mengatur secara terperinci prosedur, subyek, objek, instrumen, dan proses pengawasan.
Itu sebabnya, semua ketentuan pengawasan kabur dan menimbulkan ketidakpastian hukum. Untuk mengisi kekosongan hukum soal tugas, Mahkamah menyatakan undang-undang tadi harus direvisi.
“Mahkamah Konstitusi merekomendasikan kepada DPR dan Presiden untuk segera mengambil langkah-langkah penyempurnaan Undang-Undang Komisi Yudisial,” ujar Jimly waktu itu.
Pengawasan terhadap hakim agung untuk sementara dikembalikan kepada pengawasan internal Mahkamah Agung selama perbaikan undang-undang.
Mahkamah Konstitusi menilai pengawasan terhadap hakim konstitusi oleh Komisi Yudisial bertentangan dengan konstitusi karena hakim konstitusi tidak termasuk hakim yang perilaku etiknya diawasi Komisi, sesuai dengan Undang-undang Komisi Yudisial.
Hakim konstitusi diawasi oleh Majelis Kehormatan sesuai dengan Pasal 23 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi.(bil/rid)