Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyebut masyarakat kurang kesadaran dan pengetahuan mengenai Tuberkulosis (TBC). Hal ini dapat menyebabkan meninggal dunia sebelum pengobatan.
“Kurangnya kesadaran dan pengetahuan tentang TBC sehingga banyak yang sudah bergejala, namun belum mengakses layanan untuk pemeriksaan sehingga TBC semakin parah atau resistan, bahkan sampai meninggal sebelum memulai pengobatan,” kata Siti Nadia Tarmizi Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Kemenkes RI.
Dilansir dari Antara pada Sabtu (11/11/2023), ia menyebut banyak masyarakat yang sudah diagnosis TBC, namun tidak mengakses pengobatan dengan pelbagai alasan.
Mulai dari alasan sosial, ekonomi, stigma serta kurangnya dukungan keluarga atau komunitas di saat pasien menjalani pengobatan.
Dia juga mengatakan belum seluruh fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta yang terlibat dalam program penanggulangan TBC.
“Banyak juga orang yang sudah didiagnosis TBC, namun tidak mengakses pengobatan karena berbagai alasan seperti masalah sosio-ekonomi, stigma, kurang maksimalnya komunikasi, informasi dan edukasi serta kurangnya dukungan keluarga atau komunitas di saat pasien menjalani pengobatan,” ujarnya.
Untuk menekan kasus TBC di Tanah Air, Kemenkes RI, salah satunya, mendorong dengan memberikan edukasi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) kepada masyarakat di berbagai tatanan seperti sekolah, lingkungan permukiman dan tempat kerja.
PHBS yang dimaksud seperti tidak merokok, melakukan aktivitas fisik, makan makanan sehat dan bergizi untuk meningkatkan kekebalan tubuh, cuci tangan dengan sabun dan pengelolaan stres.
Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis 7 November 2023 masih menempatkan Indonesia pada urutan dua teratas kasus Tuberkulosis (TBC) di dunia.
Sementara itu, berdasarkan data Kemenkes RI total kasus TBC tahun 2023 sebanyak 658.543 kasus per 3 November 2023. (ant/saf/iss)