Supangat Kaprodi Sistem Teknologi Informasi (Sistekin) Universitas 17 Agustus (Untag) Surabaya menyatakan, pemilu memegang peranan penting dalam menjaga sistem demokrasi dan memberikan kesempatan warga negara untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
“Untuk menjaga demokrasi yang kuat, penting untuk memastikan pemilu yang aman dan perlindungan data pemilih yang kuat,” ucapnya dalam keterangan yang diterima suarasurabaya.net, Kamis (9/11/2023).
Ia mengatakan bahwa teknologi informasi saat ini telah terintegrasi dalam beberapa sistem pelaksanaan pemilu di berbagai tingkat untuk menjaga transparansi dan kelancaran agenda. Tetapi, ia menyebut, keberadaan teknologi juga membawa ancaman baru, terutama dalam bentuk serangan siber.
Menurut Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), kata dia, peningkatan penggunaan teknologi di Indonesia berkaitan dengan peningkatan insiden cybercrime. Salah satu ancaman utamanya yakni pencurian identitas pemilih, terutama terhadap Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang berisi data sensitif seperti nama, alamat, tanggal lahir, dan nomor identifikasi.
“Untuk menghadapi ancaman keamanan siber seperti ini, diperlukan tindakan yang tidak hanya bergantung pada peran tenaga IT dalam hal komputasi, tetapi juga melibatkan komunikasi kepemimpinan,” ujarnya.
Sebagai penyelenggara pemilu, lanjut dia, KPU pernah menjadi korban cybercrime, termasuk insiden pencurian identitas pada tahun 2019 yang melibatkan kebocoran data DPT. Data pribadi dari 2,3 juta warga Indonesia diduga bocor dan dijual oleh peretas di dark web.
Sedangkan, perlindungan data pribadi dijamin dalam konstitusi, terutama dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Pasal 28G ayat 1 UUD 1945, yang berbunyi “Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi”.
Dari kasus tersebut, ia mengatakan bahwa teknologi informasi dalam pemilu menjadi target rentan terhadap ancaman serangan siber yang semakin kompleks dengan beragam motif.
“Meskipun KPU telah menerapkan regulasi untuk melindungi data pribadi peserta pemilu, tantangan perlindungan data ini harus terus diatasi untuk menjaga kepercayaan warga dalam pemilu elektronik di era digital ini,” tuturnya.
Ia membagikan beberapa langkah untuk meningkatkan perlindungan data pemilih, pertama harus adanya komunikasi Kepemimpinan dalam Keamanan siber. Kedua, keamanan sumber kode perangkat lunak pemilu harus disusun dengan hati-hati dan diuji untuk mengidentifikasi celah keamanan. Ketiga, adanya transparansi dan pengawasan. Keempat, mengurangi risiko dengan pelatihan dan meningkatkan kesadaran. Kelima, melakukan audit dan pemeriksaan rutin terhadap sistem pemilu. Serta keenam, harus ada kolaborasi dari pemerintah, badan pemilihan hingga ahli keamanan siber untuk mengatasi masalah tersebut.
“Sejalan dengan proses pelaksanaan pemilu yang harus mematuhi asas dan prinsip, termasuk perlindungan hak warga negara, maka perlindungan data pribadi pemilih terhadap ancaman keamanan siber juga merupakan bagian integral dari hal ini,” pungkasnya.(ris/ipg)