Sabtu, 23 November 2024

PDIP: Pencalonan Gibran Bentuk Pembangkangan Politik Terhadap Konstitusi dan Rakyat Indonesia

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Hasto Kristiyanto Sekjen DPP PDI Perjuangan. Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Hasto Kristiyanto Sekjen PDI Perjuangan menegaskan, partainya saat ini dalam suasana sedih, luka hati yang perih, dan berpasrah pada Tuhan dan rakyat Indonesia atas apa yang terjadi.

“Ketika DPP Partai bertemu dengan jajaran anak ranting dan ranting sebagai struktur partai paling bawah, banyak yang tidak percaya bahwa ini bisa terjadi,” ujar Hasto dalam keterangan tertulisnya yang diterima suarasurabaya.net, Senin (30/10/2023).

Hasto menyampaikan hal itu, terkait dengan sikap Joko Widodo (Jokowi) Presiden dan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai bacawapresnya Prabowo Subianto.

Kata dia, PDIP begitu mencintai dan memberikan privilege (keistimewaan) yang begitu besar kepada Jokowi dan keluarga, namun PDIP ditinggalkan karena masih ada permintaan lain yang berpotensi melanggar pranata kebaikan dan Konstitusi.

Pada awalnya, lanjut Hasto, PDIP hanya berdoa agar hal tersebut tidak terjadi, namun ternyata itu benar-benar terjadi.

“Seluruh simpatisan, anggota dan kader Partai sepertinya belum selesai rasa lelahnya setelah berturut-turut bekerja dari 5 Pilkada dan 2 Pilpres. Itu wujud rasa sayang kami,” jelasnya.

Pada awalnya, kata Hasto, partainya memilih diam. Namun apa yang disampaikan Butet Kartaredjasa, Goenawan Muhammad, Eep Syaifullah, Hamid Awaludin, Airlangga Pribadi beserta para ahli hukum tata negara, tokoh pro demokrasi dan gerakan civil society, akhirnya PDIP berani mengungkapkan perasaannya.

PDI Perjuangan percaya bahwa Indonesia ini negeri dimana rakyatnya bertaqwa kepada Tuhan.

“Indonesia negeri spiritual. Di sini moralitas, nilai kebenaran, kesetiaan sangat dikedepankan,” kata dia.

Hasto menegaskan, apa yang terjadi dengan seluruh mata rantai pencalonan Gibran, sebenarnya adalah political disobedience (pembangkangan politik) terhadap konstitusi dan rakyat Indonesia. Kesemuanya dipadukan dengan rekayasa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK).

Hasto sendiri mengaku menerima pengakuan dari beberapa ketua umum partai politik yang merasa kartu truf-nya dipegang. Ada yang mengatakan life time-nya hanya harian, kemudian ada yang mengatakan kerasnya tekanan kekuasaan.

“Semoga awan gelap demokrasi ini segera berlalu, dan rakyat Indonesia sudah paham, siapa meninggalkan siapa demi ambisi kekuasaan itu,” pungkas Hasto.

Sekadar diketahui, Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka adalah kader PDIP. Partai yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri itu telah memutuskan Ganjar Pranowo sebagai bacapres dalam Pilpres 2024.

Tetapi, Gibran kemudian nekat menjadi bacawapres mendampingi Prabowo Subianto yang merupakan Ketua Umum Partai Gerindra.

Gibran yang saat ini berusia 36 tahun mendapat angin segar dengan mendaftarkan diri sebagai bacawapres setelah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengizinkan cawapres berusia di bawah 40 tahun dengan syarat pernah jadi kepala daerah dan terpilih lewat pemilu.

Keputusan tersebut menimbulkan kontroversi di masyarakat karena Anwar Usman Ketua Hakim MK adalah paman dari Gibran.

Majunya Gibran sebagai bacawapresnya Prabowo Subianto, juga telah mendapatkan restu dari Jokowi ayahnya. Sikap Jokowi tersebut dinilai beberapa pihak sebagai upaya untuk membangun dinasti politik.

Sebelum Gibran menjadi bacawapres, Kaesang Pangarep adik Gibran juga menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) hanya sesudah dua hari menjadi kader PSI. Seusai diangkat menjadi Ketua Umum, Kaesang memutuskan PSI mendukung Prabowo-Gibran.

Sementara, Bobby Nasution menantu Jokowi yang juga kader PDIP, saat ini menjadi Wali Kota Medan. Meskipun kader PDIP, Bobby mendukung pasangan Prabowo-Gibran. (faz/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs