Jumat, 22 November 2024

Di Hadapan Delegasi 9 Negara, Sekjen PDIP Sebut Demokrasi Alami Kemunduran dan Nepotisme Menguat

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Hasto Kristiyanto Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) waktu menyampaikan sambutannya di hadapan delegasi Council of Asian Liberal and Democrats (CALD Party), di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Sabtu (28/10/2023). Foto: Istimewa

Hasto Kristiyanto Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) di hadapan delegasi Council of Asian Liberal and Democrats (CALD Party) mengatakan bahwa demokrasi Indonesia sedang diuji.

Hal itu Hasto sampaikan saat menerima delegasi yang berasal dari sembilan negara di Sekolah Partai PDIP, Lenteng Agung, Sabtu (28/10/2023).

Simbol kemunduran demokrasi itu diutarakan Hasto saat melihat Ahmad Basarah Ketua DPP PDIP yang mengenakan baju hitam. Hasto lalu mengenalkan Basarah kepada delegasi CALD.

“Pak Ahmad Basarah, mohon berdiri. Beliau adalah Ketua DPP Bidang Luar Negeri, Wakil Ketua MPR RI. (MPR) ini adalah badan permusyawaratan tertinggi, jadi beliau adalah orang yang sangat penting,” kata Hasto.

Sebelum berpidato, Hasto mengaku sempat berbincang dengan Basarah. Hasto menanyakan mengapa tidak menggunakan baju Partai berwarna merah seperti dirinya kepada Basarah.

“Dan memang benar, ini mencerminkan betapa demokrasi saat ini sedang diuji. Ya, karena terlahir kembalinya nepotisme. Jadi, kita harus mempertimbangkan hal ini,” kata Hasto.

Fenomena penggunaan baju hitam ini diawali oleh sikap Arief Hidayat Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengungkap hal tentang lembaganya yang kini dilanda prahara.

Mahaguru di Fakultas Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Semarang itu sampai merasa perlu mengenakan baju hitam untuk menggambarkan kondisi MK saat ini.

Berpidato pada Konferensi Hukum Nasional yang digelar Kemenkumham di Jakarta, Rabu (25/10/2023), Arief menceritakan soal adanya pertanyaan apakah Indonesia sedang baik-baik saja atau sebaliknya.

“Saya mengatakan di berbagai sektor bidang kehidupan Indonesia sedang tidak baik-baik saja,” ujarnya.

Arief dalam kesempatan itu juga mengajak peserta Konferensi Hukum Nasional berhati-hati.

Menurut dia, saat ini ada kecenderungan sistem ketatanegaraan dan bernegara yang sudah jauh dari Pembukaan UUD 1945.

“Bayangkan, bapak (dan) ibu sekalian. Di era Soeharto, era rezim Orde Baru atau Orde Lama pun, itu tidak ada kekuatan yang terpusat di tangan-tangan tertentu,” katanya.

Ketua MK periode 2015-2018 itu menjelaskan, pada era Orla maupun Orba, masih ada pembagian kekuasaan yang mengacu pada teori Trias Politika, yakni lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Namun, kondisi itu justru berbeda dengan sekarang.

Arief menuturkan ada pihak yang memiliki partai politik sehingga punya tangan di lembaga legislatif. Menurut dia, pihak yang sama juga memiliki tangan di eksekutif, bahkan di yudikatif.

“Saya sebetulnya datang ke sini agak malu. Kenapa saya pakai baju hitam, karena saya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi sedang berkabung, karena di Mahkamah Konstitusi baru saja terjadi prahara,” kata Arief. (faz/bil/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
34o
Kurs