Jumat, 22 November 2024

Kemenkumham Sebut Aturan Antikorupsi Perlu Diperbarui

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Menkumham Yasonna H. Laoly berikan pemaparan pada Konferensi Hukum Nasional di Jakarta, Rabu (25/10/2023). Foto : Antara Menkumham Yasonna H. Laoly berikan pemaparan pada Konferensi Hukum Nasional di Jakarta, Rabu (25/10/2023). Foto : Antara

Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) mengatakan pembaruan aturan antikorupsi dibutuhkan untuk merespon banyaknya perubahan dan perkembangan di masyarakat yang memengaruhi penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi.

“Pengaturan mengenai pemberantasan tindak pidana korupsi sangat memerlukan pembaharuan yang jitu. Pembaharuan peraturan perundang-undangan ini, tentunya juga harus didukung komitmen dan kesungguhan dari seluruh pemangku kepentingan, terutama lembaga-lembaga negara dan pemerintah,” kata Yasonna H. Laoly Menteri Hukum dan HAM pada acara Konferensi Hukum Nasional di Jakarta, Rabu (25/10/2023).

Melansir dari Antara, Yasonna mengungkapkan pada tahun 2022 tercatat 597 kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai Rp 42,727 triliun.

Tingginya kasus korupsi disebabkan oleh perkembangan tindakan korupsi yang semakin kompleks. Kondisi ini menuntut pemerintah Indonesia untuk melakukan evaluasi terhadap penegakan hukum tindak pidana korupsi yang berlaku selama ini.

“Kita perlu mengidentifikasi serta memetakan hal-hal yang memerlukan pembaruan dan perbaikan, baik pada aspek substansi pengaturan maupun kelembagaan,” ujar Yasonna.

Saat ini Indonesia telah memiliki Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Namun selama 22 tahun aturan ini berlaku, telah terjadi perubahan signifikan dalam arsitektur hukum internasional yang mempengaruhi hukum nasional di Tanah Air.

Salah satunya adalah Konvensi PBB menentang Korupsi atau United Nations Convention Against Corruption (UNCAC), yang telah Indonesia ratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC 2003.

UNCAC memperkenalkan empat jenis tindak kejahatan yang belum ada dalam peraturan nasional, yaitu penyuapan pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional, memperdagangkan pengaruh, memperkaya diri secara tidak sah, dan penyuapan di sektor swasta.

“Meski belum diatur di Indonesia, sesungguhnya tindak kejahatan yang dimuat dalam UNCAC telah terjadi. Peraturan yang belum memadai akan membuat penegakan hukum terhadap korupsi menjadi sulit dilaksanakan,” kata Yasonna.

Pembaruan aturan antikorupsi tersebut memerlukan kerja sama dan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, Polri, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), hingga akademisi.

Menurutnya, kementerian dan lembaga harus berkoordinasi untuk mencegah tindak pidana korupsi sesuai dengan tipologi-tipologi kejahatan yang beragam.

“Setiap lembaga harus secara serius dan konsisten melakukan pencegahan tindak pidana korupsi. Dengan cara ini, kita dapat memangkas tindak pidana korupsi di hulu dan meringankan beban penegakan hukum di hilir,” ucapnya.

Ia pun berharap Konferensi Hukum Nasional ini bisa menghimpun pemikiran dari para pemangku kepentingan sehingga memberikan kontribusi mengenai strategi penegakan hukum tindak pidana korupsi di masa mendatang.

“Kami berharap, konferensi ini dapat memberikan arahan dan masukan yang berharga bagi upaya pemberantasan korupsi di Indonesia,” harap Yasonna.

Konferensi Hukum Nasional merupakan salah satu bentuk perhatian pemerintah, dalam hal ini BPHN Kemenkumham terkait agenda pemberantasan korupsi.

Selama ini, BPHN terus berkontribusi dalam pencegahan tipikor yang dilakukan dengan dua pendekatan, yakni pendekatan regulasi dan pendekatan sosiologis.

“Pendekatan regulasi dilakukan dengan melakukan analisis dan evaluasi hukum terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penegakan hukum tipikor. Sementara itu, pendekatan sosiologis dilakukan dengan membangun kesadaran hukum antikorupsi di masyarakat yang dilakukan oleh pejabat penyuluh hukum di BPHN,” tutur Widodo Ekatjahjana Kepala BPHN.

Widodo juga mengatakan pemberantasan korupsi bukanlah pekerjaan mudah dan butuh kerja keras dan langkah-langkah strategis berkelanjutan dalam pemberantasan-nya.

“Konferensi Hukum Nasional diharapkan membawa kita menuju perubahan yang kita impikan, Indonesia yang bebas dari belenggu korupsi,” ujarnya.(ant/mel/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
27o
Kurs