Cacar monyet atau monkeypox disebut bukan suatu penyakit khusus yang hanya menyerang kelompok tertentu dalam masyarakat. Hal itu disampaikan dr. Robert Sinto, SpPD, K-PTI dokter spesialis penyakit dalam dari Universitas Indonesia.
“Ini bukan merupakan stigma atau penyakit bagi kaum tertentu. Jadi ada juga yang bukan kaum LGBTQ atau homoseksual yang terlibat juga. Jadi bukan menggambarkan orientasi seksual tertentu atau HIV misalnya,” ujarnya dilansir Antara, Kamis (19/10/2023).
Robert menekankan, penularan cacar monyet dapat mengenai seluruh populasi tanpa pandang bulu. Meski penularannya sebesar 90 persen didominasi oleh laki-laki, namun tidak menutup kemungkinan penularan dapat terjadi pada perempuan.
Ia menambahkan, menurutnya kondisi tersebut dikarenakan virus cacar monyet menular melalui droplets seperti dahak, bersin atau air liur yang mengontaminasi lingkungan atau tangan, kontak kulit, kontak luka dan cairan tubuh.
Namun, berdasarkan pantauannya selama periode 2022-2023, mode transmisi kontak erat pada cacar monyet memang kebanyakan dilaporkan disebabkan oleh hubungan seksual.
“Tapi saya sampaikan sekali lagi, penularan cacar monyet bukan terjadi karena hubungan seksualnya, tapi karena kontak yang terjadi selama hubungan seksual,” jelasnya.
Menurut Robert, penularan cacar monyet pada pasien yang terkonfirmasi hadir dalam acara itu disebabkan oleh kontak erat yakni ketika lepuhan berwarna kemerahan dan mengandung air yang sedikit padat menyentuh daerah kulit lain atau melalui cairan.
“Tapi memang dalam pencarian kasus, prioritas pencarian karena populasinya paling besar kelompok tersebut. Maka kelompok inilah yang dinyatakan lebih berisiko untuk terinfeksi cacar monyet,” katanya.
Oleh sebab itu, ia menyarankan kepada semua pihak untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam berkegiatan sehari-hari. Serta tidak berganti-ganti pasangan ketika melakukan hubungan seksual untuk meminimalisir potensi penularan cacar monyet. (ant/feb/saf/ham)