Pemerintah melalui Kementerian Koperasi dan UKM berupaya mengurangi jumlah impor garam utamanya untuk kebutuhan industri. Caranya dengan memperbaiki sistem produksi garam oleh petani.
“Garam kita mayoritas impor, yang garam konsumsi setahun cuma 600 ribu ton. Tapi yang kita impor garam untuk industri, antara 2,1-2,3 juta ton,” ujar Teten Masduki Menteri Koperasi dan UKM.
Menurut Teten, jika produksi garam petani lokal sudah bisa dipastikan kualitas, kuantitas dan kontinuitas, hal ini dapat mempengaruhi kebijakan impor garamnya.
Dilansir dari Antara pada Kamis (19/10/2023), Teten memperkenalkan Rumah Produksi Bersama (RPB) yang menggunakan teknologi modern. Ini merupakan bagian dari program industrialisasi hilirisasi produk-produk unggulan nasional.
Sebanyak delapan RPB dijadikan sebagai pilot project dengan komoditas yang disesuaikan keunggulan daerah masing-masing.
Melalui kehadiran RPB Pengolahan Garam, diharapkan para UMKM mempunyai produk yang berkualitas dan tidak lagi sekadar menghasilkan krosok.
“Kami ingin produk-produk UMKM itu juga punya standar industri kualitasnya. Pabrik yang di bangun bisa digunakan bersama sama makanya kita namakan Rumah Produksi Bersama,” ucapnya.
Selain memperbaiki sistem produksi, Teten mengatakan bahwa RPB Pengolahan Garam juga digunakan untuk mengembangkan bisnis garam melalui koperasi.
Nantinya, koperasi akan menyerap dan mengolah langsung hasil panen garam kemudian memasarkannya langsung ke konsumen tanpa harus melewati proses perdagangan yang panjang sehingga mampu menekan ongkos produksi.
“Ini pekerjaan dari koperasi untuk bisa mencari off-taker-nya. Apakah bisa langsung menyuplai barang konsumsi misalnya ke supermarket modern atau ke pabrikan yang membutuhkan garam. Jadi tidak lagi lewat tengkulak, sehingga harganya bisa dinikmati oleh petani,” ucapnya. (ant/saf/ham)