Ivan Rovian Kepala Bagian Umum LLDIKTI Wilayah VII menyebut program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) sebagai bagian dari upaya Kemendikbudristek menjawab tantangan global, dengan mengakselerasi sistem pendidikan tinggi di Indonesia.
“Akselerasi tersebut bertujuan agar lulusan perguruan tinggi lebih relevan dengan konteks dan zamannya,” ucapnya di Universitas Ciputra (UC) Surabaya, pada Rabu (18/10/2023).
Ia mengatakan bahwa LLDIKTI VII berkomitmen mendorong iklim melaksanakan MBKM secara mandiri di lingkungan perguruan tinggi, terutama swasta. MBKM mandiri itu, diselenggarakan untuk memenuhi hak mahasiswa untuk belajar maksimal tiga semester di luar program studinya.
“Kami akan terus mendorong agar semakin banyak perguruan tinggi di Jatim yang terlibat dalam MBKM Mandiri,” tuturnya.
Ia mengungkapkan bahwa organisasi pemerintah dan swasta juga siap mendampingi perguruan tinggi se-Jatim untuk menjalankan program MBKM secara mandiri dengan fokus pada usaha menyelesaikan persoalan sosial, mulai dari kemiskinan, pangan, kekeringan, hingga pengangguran.
Kesiapan itu, lanjut dia, terungkap dalam Nota Harapan Bersama (Mutual Expectation Agreement) yang ditandatangani oleh 10 calon mitra MBKM dan 33 perwakilan Perguruan Tinggi swasta se-Jatim.
Sementara itu, Yohannes Somawiharja Rektor UC Surabaya mengatakan bahwa sejak internet muncul, para ahli sudah memperkirakan bahwa perguruan tinggi akan mengalami disrupsi.
Oleh karenanya, kebijakan MBKM yang diluncurkan oleh Kemendikbudristek, menurutnya adalah respon terhadap disrupsi.
“Program MBKM ini memberi mahasiswa kebebasan untuk mendapatkan keahlian yang spesifik, seperti menjadi food vlogger, fashion commentator, youtuber, TikToker, dan aneka kemungkinan yang lain,” ucapnya.
Sehingga menurutnya, perguruan tinggi harus mampu untuk beradaptasi dengan hal-hal baru, sering dengan berkembangnya zaman.
Sebagai informasi, dialog terkait MBKM mandiri itu akan diselenggarakan di 16 wilayah LLDIKTI di seluruh Indonesia. Hingga saat ini, kegiatan sudah berjalan di Aceh, Padang, Palembang, Semarang, Yogyakarta, Banjarmasin, Denpasar, Gorontalo, Kupang, Ambon, dan Jayapura.
Kegiatan tersebut, sebagai upaya untuk relaksasi kurikulum agar memberikan ruang gerak yang lebih luas bagi perguruan tinggi dalam mendesain kurikulum yang sesuai dengan konteks setempat. Serta, memberi hak kepada mahasiswa untuk belajar di luar program studinya. (ris/bil/ipg)