Setengah jalur Jalan Arjuno, di depan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, sempat tidak bisa dilewati pengguna jalan karena ada aksi unjuk rasa dua kubu yang sama-sama mengklaim sebagai warga eks lokalisasi Jarak Dolly, Senin (3/9/2018).
Sekitar pukul 09.00 WIB, warga Jarak Dolly yang tergabung dalam Forum Komunikasi Warga Jarak Dolly (Forkaji) menuntut agar Hakim PN Surabaya menolak gugatan Class Action yang diajukan Komunitas Pemuda Independen (Kopi) dan Forum Pekerja Lokalisasi (FPL).
Unjuk rasa itu awalnya berlangsung damai. Sekitar satu jam kemudian, kurang lebih 200 orang massa kelompok KOPI dan FPL datang dengan mobil komando untuk melakukan aksi unjuk rasa. Kedua kubu pun saling berhadap-hadapan.
Massa kelompok KOPI dan FLP mempertanyakan kenapa gugatan class action tentang hak ekonomi warga eks lokalisasi Jarak Dolly senilai Rp270 miliar yang mereka ajukan ke Pengadilan Negeri Surabaya tidak diterima?
Karena saling berhadapan, polisi mengatur agar posisi mereka berjarak dengan harapan tidak terjadi gesekan fisik yang bisa menimbulkan keributan. Meski saling berorasi, kedua massa terkendali. Tidak ada gesekan fisik yang terjadi akibat tindakan provokasi dalam aksi ini.
Saputro, Koordinator Aksi Kopi dan FPL mengatakan, mereka melakukan aksi hari ini untuk mempertanyakan kenapa gugatan class action yang mereka ajukan sejak dua bulan lalu hari ini dinyatakan tidak diterima oleh Majelis Hakim PN Surabaya.
“Kami hanya mempertanyakan, apakah proses hukum sudah dilakukan secara profesional oleh pihak Pengadilan Negeri Surabaya? Saya mengira ada pihak luar yang menekan hakim agar tidak menerima gugatan kami,” ujar pria yang akrab disapa Pokemon ini ditemui di sela-sela aksi.
Sekitar pukul 10.45 WIB di Ruang Cakra PN Surabaya, Majelis Hakim yang diketuai Dwi Winarko menyatakan bahwa gugatan Class Action pihak KOPI dan FPL tidak sah karena kurang lengkap sehingga hakim tidak menerima gugatan itu.
Melalui putusan ini, gugatan itu tidak bisa dilanjutkan ke persidangan kecuali bila pihak KOPI dan FPL melalui tim kuasa hukum mereka mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Kuasa hukum KOPI dan FPL memilih menerima keputusan majelis hakim.
Sementara dari pihak Forkaji, mereka menuding gugatan dari Komunitas Kopi dan FPL hanyalah kedok untuk kembali membuka kembali praktik prostitusi dalam wujud Rumah Musik yang menurut mereka sudah berdiri.
“Coba cek sendiri sudah ada Rumah Musik itu di RW 10 dan RW 11, di Gang 3, Gang 4, Gang 7, dan Gang 8, mereka sudah mendirikan rumah musik. Jadi tuntutan mereka untuk merevitalisasi ekonomi itu bohong. Ini hanya kedok supaya mereka mendapat izin untuk rumah musik mereka,” ujar Cahyo, koordinator warga Jarak Dolly yang tergabung dalam Forkaji.
Warga yang tergabung dalam Forkaji sudah melakukan aksi berturut-turut di PN Surabaya sejak beberapa waktu lalu. Hari ini, mereka didukung oleh 80 orang Barisan Ansor Serbaguna (Banser) Kota Surabaya dalam aksi mereka.
Tidak berselang lama dari pembacaan putusan dari Majelis Hakim yang tidak menerima gugatan class action itu, kedua kelompok massa akhirnya membubarkan diri. Sekitar pukul 11.30 WIB, lalu lintas di depan PN Surabaya Jalan Arjuno sudah kembali normal.(den)