Nilai tukar (kurs) rupiah yang terus melemah dalam beberapa bulan ini hanya diatasi dengan pendekatan moneter, padahal Koperasi dan UKM bisa dilibatkan untuk membangun sektor riil yang tangguh sebagai solusi jangka panjang pelemahan rupiah.
Hal itu dikemukakan Sularto Ketua Umum Asosiasi Manajer Koperasi Indonesia (AMKI), di Jakarta, Rabu (5/9/2018). Ia mengatakan pelemahan rupiah dalam jangka panjang harus diselesaikan dengan membangun sektor riil yang tangguh, yang melibatkan koperasi dan UKM di negeri ini.
“Jika pembangunan koperasi berjalan benar, koperasi yang berbasis sektor riil akan hidup dan fundamental ekonomi akan kuat,” katanya, seperti dilansir Antara.
Pihaknya melihat ada yang keliru dalam penanganan nilai tukar rupiah yang sudah terjadi sangat lama pada beberapa rezim pemerintahan termasuk pada kabinet Jokowi saat ini.
Kondisi ini terjadi karena kebijakan yang kurang tepat sehingga timbul defisit ganda, defisit perdagangan, dan defisit keuangan.
Defisit neraca berjalan mencapai delapan miliar dolar AS sampai Juli 2018 dan utang telah mencapai 34 persen dari PDB.
“Saat ini pelemahan rupiah hanya didekati dari sisi moneter,” katanya.
Padahal kata dia, fundamental ekonomi yang kuat harus digerakkan dari upaya membangun industri, yang bukan hanya mampu mencukupi kebutuhan ekonomi dalam negeri, tetapi juga berorientasi ekspor.
“Saat ini nyaris tidak ada koperasi yang mampu bergerak di sektor riil apalagi menyumbang ekspor. Seperti yang kita ketahui bersama ekspor Indonesia saat ini paling banyak didominasi oleh ekspor bahan mentah,” katanya.
Menurut dia, Pemerintah seharusnya giat membangun koperasi lebih kuat dalam tata perekonomian saat ini.
Jika melihat data anggota koperasi Indonesia Desember 2017, jumlah koperasi aktif di Indonesia ada sebanyak 153.171 unit dengan jumlah anggota 26.535.640 orang.
Ia berpendapat, dengan membangun koperasi yang kuat berarti telah meningkatkan kapasitas ekonomi yang kuat bagi paling tidak 26,5 juta penduduk negeri ini.
“Kami mencatat dari sekian ribu koperasi di Indonesia koperasi yang bergerak di sektor riil apalagi berkontribusi pada ekspor masih bisa dihitung jari. Hal ini adalah ironi di tengah usia koperasi Indonesia yang sudah 71 tahun lebih,” katanya.
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah mengumumkan kontribusi sektor koperasi terhadap total Produk Domestik Bruto (PDB) per triwulan III 2017 mencapai 4,48 persen.
Adapun nilai PDB nasional pertriwulan III 2017 mencapai Rp10.096 triliun.
Dengan demikian, kontribusi sektor koperasi terhadap PDB Nasional berdasar data pertriwulan III 2017 nilainya setara Rp452 triliun.
“Kami menyakini jika koperasi sektor produksi dan berorientasi ekspor dibangun dengan baik, kontribusi koperasi terhadap PDB akan naik. Kami meyakini jika sumbangan koperasi terhadap PDB mencapai 2 digit fundamental ekonomi kita akan kuat karena berarti ekonomi ditopang bukan hanya oleh investasi asing dan hutang,” katanya.
AMKI berharap pemerintah tidak lagi selalu berorentasi menyelesaikan masalah dengan jalan pintas.
Intervensi Bank Indonesia dengan penjualan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder untuk perbaikan nilai tukar rupiah terhadap AS sudah sebesar Rp18,5 triliun, secara “year to date” pada Rabu (12/7/2018).
Bahkan sejak beberapa hari ini dalam sehari pembelian SBN di pasar sekunder menghabiskan Rp3 triliun, jika ini berjalan terus akan menguras energi yang besar pada ekonomi Indonesia.
“Kami melihat saat ini paling tepat untuk menyinergikan beberapa kementerian terkait untuk menumbuhkan dan membangun koperasi sektor riil berbasis produksi yang mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri dan berorientasi ekspor,” katanya.(ant/iss)