Jumat, 22 November 2024

Kadin Jatim Turut Soroti Pasal Zat Adiktif Tembakau untuk Dikeluarkan dari RPP Kesehatan

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Adik Dwi Putranto Ketua Umum Kadin Jatim (tengah) saat konferensi pers di kantor Kadin Jatim, Selasa (26/9/2023), menyoroti pasal zat adiktif produk tembakau untuk dikeluarkan dari RPP Kesehatan. Foto: Meilita suarasurabaya.net

Pembahasan draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) turunan Undang-Undang Kesehatan menuai sorotan termasuk Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur.

Larangan total produk rokok yang dituangkan dalam sejumlah pasal zat adiktif berupa tembakau, dianggap mengancam Industri Hasil Tembakau (IHT) yang jumlahnya terus menurun ini, semakin gulung tikar.

Adik Dwi Putranto Ketua Umum Kadin Jatim menyebut beberapa pasal yang mengatur produk tembakau misalnya melarang penjualan eceran, larangan memajang produk hingga menampilkan iklan, semakin menyulitkan pengusaha.

“Jumlah batangan dalam kemasan itu 20. Sedangkan selama ini, setting mesinnya 10,12, dab 16 batang. Ada 20, untuk rokok putih tapi itupun sedikit sekali. Kalau ini diberlakukan, kita harus setting mesin lagi, investasi lagi. Pasti industri berhenti sejenak mempersiapkan mesinnya ini cukup lama bisa tahunan,” jelas Adik saat konferensi pers di Kantor Kadin Jatim, Selasa (26/9/2023).

Menurutnya aturan-aturan yang ada justru memperluas kesempatan bagi pengusaha atau produsen rokok ilegal.

“Di produsen ilegal itu banyak yang 20 batang kemasannya. Juga harganya cuma delapan sampai 10 ribu ada. Karena ilegal gak mikir biaya cukai, pajak, dan lain-lain. Juga gak kena beban 86 persen. Jadi satu rokok itu masuk ke pemerintah 86 persen. Baru sisanya untuk bayar karyawan, produksi, listrik, dan sebagainya,” bebernya.

Selain itu pelarangan variasi rasa dalam rokok, yang menurut Adik tak berdampak terhadap kesehatan pemakainya. Adik lebih setuju pemerintah mengefektifkan PP 109 Tahun 2012 tengang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan yang sudah ada.

“Isis, menthol, rasa-rasa gak boleh. Kalau bermasalah terhadap kesehatan tidak apa-ap dilarang. Tapi kalau tidak memengaruhi, (pelarangan) rasa ini kan aneh. Kemudian gak boleh masang iklan. Dan gak boleh didisplay. Banyak sekali hal yang bukan tupoksi kesehatan tapi dicaplok,” jelasnya.

Sependapat dengan para pengusaha hingga kalangan petani, lanjut Adik, Kadin Jatim akan menyurati Menteri Perdagangan dan yang terkait lainnya untuk menuntut dikeluarkannya pasal zat adiktif tembakau dari RPP Kesehatan.

“Minggu depan, kita ke DPR RI untuk sambat, setelah itu sambil menunggu jadwal ke DPR RI, kita buat surat ke Menkeu, dan Presiden, dan Mendag, menteri terkait lainnya, terkait tuntutan ini,” imbuhnya.

Sulami Bahar, Wakil Ketua Umum Bidang Pengusaha Wajib Cukai Kadin Jatim menambahkan, jika pasal zat adiktif tembakau masih dicantumkan, maka 60 persen IHT yang didominasi Jawa Timur akan gulung tikar massal.

“Tahun 2017 ada 4.400 perusahaan secara nasional. Sekarang tinggal 1.100 sekian. Kontribusi dari Jatim sekarang ini 538. Total buruh di Jatim juga 186 ribuan atau 60 persen dari seluruhnya 360 ribuan,” terangnya.

Menurut Sulami, untuk menurunkan jumlah perokok, bukan dengan melarang produksi, tapi menjadikan pengusaha legal dan mengedukasi para pembelinya terkait dampak merokok.

“Beri kemudahan pada para pabrik rokok kecil biar jadi legal, jangan sampai lari ke ilegal. Dan harga cukai jangan naik terus, kalau tinggi perokok menurun, gak mungkin lah. Mereka pasti lari ke ilegal. Malah pemerintah kehilangan pendapatan dan industri terjadi persaingan gak sehat,” tandasnya. (lta/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs