Jumat, 22 November 2024

Demi Lindungi Kesuburan Tanah, DKPP Jatim Minta Masyarakat Kembali Gunakan Pupuk Organik

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ilustrasi petani beraktivitas di sawah. Foto: Kementerian Desa PDTT

Kelangkaan pupuk subsidi jadi keluhan yang paling sering disampaikan masyarakat, khususnya kalangan para petani dalam kurun waktu sepanjang tahun 2023 ini. Selain itu, harga beli pupuk bersubsidi di pasaran seringkali juga di atas harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

Terkait hal ini, Pujiati Ningsih Kepala Bidang Ketahanan Pangan Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Jawa Timur (DKPP Jatim) memberikan penjelasannya.

Menurutnya kelangkaan pupuk subsidi disebabkan beberapa faktor, di antaranya kebijakan pemerintah pusat mengurangi anggaran pupuk subsidi dari yang awalnya tahun 2015 sebesar Rp39,48 triliun menyusut hingga Rp24 triliun di tahun 2023.

Pujiati menjelaskan, pengurangan anggaran tersebut seiring upaya pemerintah mengedukasi masyarakat mengurangi penggunaan pupuk kimia. Tujuannya, supaya para pelaku dunia pertanian di tanah air bisa membudayakan cara bercocok tanam yang lebih ramah lingkungan.

Dikatakan kalau penggunaan pupuk kimia secara berlebihan memang punya dampak buruk pada kualitas dan kesuburan tanah.

“Langkah-langkah kita dari Kementerian Pertanian memang dalam rangka untuk mengembalikan kondisi tanah kita. Penggunaan pupuk bersubsidi yang berbahan baku kimia, kalau terlalu banyak dan terus-menerus itu bisa merusak struktur tanah atau kesuburan tanah kita,” ujar Pujiati waktu mengudara di program Wawasan Radio Suara Surabaya FM 100, Senin (25/9/2023).

Pengurangan anggaran tersebut, sambungnya, sebenarnya sudah diiringi langkah-langkah strategis pemerintah memberikan pupuk organik sebagai pengganti kepada para petani, yang kualitasnya dinilai tak kalah bagus dari pupuk kimia. Sosialisasi juga dilakukan oleh para penyuluh pertanian lapangan (PPL) secara terus menerus.

Namun, menurutnya memang perlu waktu untuk mengubah mindset para petani agar tak lagi bergantung pada pupuk kimia, dan beralih kembali ke pupuk organik.

Apalagi diakuinya masih banyak petani-petani yang nekat membeli pupuk-pupuk kimia tersebut meski harganya relatif mahal dan beresiko pada penurunan segi keuntungan yang semakin kecil.

“Jadi memang semua apa yang kita lakukan itu perlu waktu. Perlu waktu dan untuk mengubah image (pandangan) petani kita itu untuk beralih ke pupuk organik, tidak bisa langsung,” imbuhnya.

Ikut menambahkan, Diah selaku koordinator penyuluh pertanian Jatim menjelaskan kenapa sebagian besar petani memilih menggunakan pupuk kimia sangat berlebih.

Menurutnya para petani yang mayoritas sudah senior tersebut dari awal sudah diajarkan kalau peningkatan produksi salah satunya menggunakan pupuk kimia dengan jumlah banyak.

“Kalau dilihat, petani kita itu sekarang usianya sudah sepuh-sepuh, sudah tua-tua, terutama mereka itu merasa paling mengerti. Nah, merubah mindset mereka itu untuk menerima ilmu, teknologi, inovasi atau (hal) yang baru-baru itu tidak semata-mata seperti membalik telapak tangan. Kita harus ada contoh yang berhasil dulu, itu baru mereka mau mencontoh,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, Diah juga mengungkapkan kesulitan lain yang dialami (PPL) dalam melakukan sosialiasi adalah jumlah personel yang terbatas.

“Jumlah penyuluh kita hanya 3.400, sedangkan desa kita ada 8.500 di Jawa Timur. Aturannya satu desa satu penyuluh, tapi kenyataannya jumlahnya tidak seimbang,” ungkapnya.

Oleh karena itu,momen naiknya harga pupuk dunia saat ini karena imbas negara produsen seperti Rusia sedang berperang, dinilainya harus benar-benar dimanfaatkan untuk kembali ke pupuk organik.

Apalagi, anggaran pemerintah pusat hanya cukup untuk mengimpor pupuk tidak bertambah dan justru berkurang. Sehingga distribusi ke berbagai provinsi di Indonesia khususnya Jatim, tentu jadi semakin kecil.

“Tapi pada prinsipnya, teman-teman penyuluh itu sudah menyampaikan kepada para petani, bahkan jauh sebelum ada perintah dari pemerintah pun, bahwa penggunaan pupuk organik ke depannya akan sangat diperlukan. Mau tidak mau, petani harus belajar dengan memakai pupuk organik baik yang padat maupun cair,” imbuhnya.

Dia menjamin menggunakan pupuk organik bisa mengejar kualitas dan produktivitas penggunaan pupuk subsidi berbahan baku kimia. Metode tersebut, kata dia, bahkan kebanyakan memang menggunakan pupuk organik.

“Penggunaan pupuk organik ini nanti akan semakin bisa menjaga kesuburan tanah kita, dan yang jelas penggunaan pupuk organik itu akan lebih aman dikonsumsi,” jelasnya. (bil/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs