Inspektorat Kota Surabaya menemukan sebanyak 41 orang guru SMP swasta di Surabaya diduga menerima aliran dana Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) atau Jasa Pelayanan (Jaspel) berlipat ganda.
Sigit Sugiharto Kepala Inspektorat Kota Surabaya mengatakan, sejak beberapa waktu lalu pihaknya mengaudit dana bantuan dari APBD ini dengan menggunakan system IT yang dibuat oleh inspektorat.
“Hasil audit melalui system IT kami menemukan 41 nama guru yang menerima dana jaspel dari dua hingga tiga sekolahan,” kata Sigit saat jumpa pers di kantor Bagian Humas Pemkot Surabaya, Kamis (6/9/2018).
Dari hasil klarifikasi, kata Sigit, para guru itu mengakui menerima dana jaspel dobel karena memang mengajar di dua sekolah atau tiga sekolah untuk memenuhi jam mengajar 24 jam.
“Sampai kemarin, kami sudah mengecek 27 guru itu, dan sisanya 14 dilanjutkan hari ini. Kami akan cek mereka untuk membuktikan kebenaran menerima dana jaspel ini dobel,” ujar dia.
Sigit mengatakan, hasil audit ini nantinya akan diserahkan ke Dinas Pendidikan Surabaya untuk proses selanjutnya. Hal ini dikarenakan para guru itu berasal dari sekolah swasta, sehingga Inspektorat Surabaya tidak bisa masuk lebih jauh terlihat sanksinya.
“Yang pasti dana yang menerima dobel itu harus dikembalikan lagi,” tegas Sigit. Dana jaspel yang diaudit itu merupakan anggaran APBD 2017 lalu.
Dengan adanya kasus ini, dia berharap Dinas Pendidikan bisa membuat sistem lebih rapi lagi. Apabila ada salah satu nama guru yang sudah menerima jaspel, tidak bisa menerima jaspel lagi di sekolah satunya. Meskipun dia mengajar di dua atau tiga sekolahan.
“Tapi, guru tersebut cukup menerima dana jaspel di sekolah induknya,” kata dia.
Sementara itu, Aston Tambunan Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Surabaya mengatakan, setelah menerima laporan 41 guru yang menerima jaspel dobel dari inspektorat, pihaknya akan menggelar pertemuan dengan pihak yayasan, kepala sekolah, serta guru-guru yang menerima jaspel dobel itu. Menurutnya, mereka adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
“Kami akan panggil mereka, sifatnya ini hanya konfirmasi. Kalau misalnya nanti harus dikembalikan, ya harus dikembalikan ke kas daerah. Selanjutnya, kami akan melakukan pembinaan kepada mereka,” tegasnya.
Sebetulnya, kata Aston, selama ini sudah dilakukan monitoring administrasinya setiap bulan, karena dana jaspel ini dicairkan setiap bulan.
Aston mengakui jika ada beberapa guru swasta, memang mengajar di dua atau tiga sekolah yang lain. Sebab, mereka ingin memenuhi 24 jam mengajar sebagai syarat untuk menerima bantuan tambahan.
“Makanya, ke depan kami akan tertibkan, guru swasta yang mengajar di dua atau tiga sekolah hanya bisa menerima dana jaspel di satu sekolah induknya atau sekolah pertama yang paling banyak dia mengajar. Kami berharap tidak ada lagi masalah serupa ke depannya,” katanya. (bid/tin)