Radius Setiyawan Dosen Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya menyatakan, peran influencer dan artis yang memasarkan judi online sangat berbahaya bagi masyarakat.
Hal itu ia ungkapkan, seiring dengan adanya maraknya influencer hingga artis yang terlibat dalam mempromosikan judi online di media sosial.
“Karena apa yang mereka katakan berpotensi mempengaruhi pola perilaku pengikut. Bisa dikatakan influencer menjadi trendsetter bagi millennial dan generasi Z. Dengan follower yang banyak influencer berpotensi mempengaruhi perilaku banyak orang pada hal-hal tertentu,” ujarnya dalam keterangan yang diterima suarasurabaya.net, Sabtu (9/9/23).
Menurutnya, banyaknya masyarakat yang mengikuti kehiduan influencer menjadi indikasi bahwa masyarakat hidup dalam kerentanan. Orang menjadi mudah percaya kepada citra dalam dunia siber.
“Di zaman era kecepatan informasi seperti hari ini, otak kita mudah diserang informasi dari iklan, media sosial, berita hingga gosip. Otak manusia sangat mungkin bisa diretas, akibatnya adalah tipu-daya,” katanya.
Selain itu, ia mengatakan bahwa apa yang dipromosikan influencer dalam kasus judi online adalah imaji kaya raya dengan cara yang instan, akibatnya orang mudah terobsesi dan kehilangan nalar kritis. Ia juga mengatakan yang paling berbahaya adalah ketika masyarakat kehilangan nalar kritis, ia akan melakukan apa saja dalam mencapai tujuan.
“Ketika harapannya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan, maka akan muncul kejahatan baru seperti mencuri, usaha bunuh diri hingga depresi berat,”imbuhnya.
Lebih lanjut, ia menuturkan, banyak korban judi berada dalam kondisi ekonomi yang berat, karena menurutnya kondisi tersebut tidak menutup kemungkinan orang akan lebih mudah tergoda oleh iming-iming peningkatan dana atau aset secara instan di dunia siber.
“Lemahnya literasi digital juga membuat masyarakat mudah terperdaya dalam dunia digital,” ujarnya.
Ia berpesan, di tengah kondisi banjir informasi seperti sekarang, masyarakat harus terus berpikir reflektif, yakni tidak lagi melihat dunia dari sisi permukaan saja. Semua penilaian, asumsi, dan prasangka, kata dia, harus ditunda terlebih dahulu agar bisa mendapatkan pengetahuan yang mumpuni dan mendalam.
“Kecepatan teknologi hari ini cenderung menciptakan pendangkalan yang berakibat sebagian masyarakat mudah sekali terperdaya dengan sesuatu yang instan,” pungkasnya. (ris/iss)