Kali Surabaya yang terbentang dari daerah Mlirip, Mojokerto hingga Bambe, Gresik, ternyata masih belum bebas dari persoalan limbah Popok. Berdasarkan pantauan suarasurabaya.net yang berkesempatan mengikuti sensus ikan terakhir yang diadakan Ecoton di sepanjang Kali Surabaya pada Jumat (7/9/2018), masih sering didapati popok bekas yang mengambang dan terjebak jala nelayan.
Ditanya terkait hal ini, Riska Darmawanti Manager Riset dan Pengembangan Program Ecoton mengatakan, persoalan ini memang belum selesai. Ia menyebut, sebenarnya sudah ada perubahan di sektor hulu.
Ecoton yang bekerjasama dengan PKK Desa di sepanjang kali Surabaya, menciptakan dropping point (lokasi pengumpulan) popok di masing-masing desa. Setelah diadakan sosialisasi dan penyediaan dropping point serta transportasi secara reguler, dari hasil pantauan Ecoton selama program berlangsung di awal 2018, warga akhirnya tidak membuang ke sungai.
Ini menunjukkan, menurut Riska, sebenarnya jika ada sosialisasi dan penyediaan sarana dan prasarana pembuangan popok, warga tidak lagi membuang ke sungai.
Namun, banyaknya desa yang ada di sepanjang Kali Surabaya, menjadi persoalan tersendiri. Pasalnya, desa yang terfasilitas sarana pengangkutan dropping point secara reguler masih dibawah angka 10 persen.
“Jadi ya sebagian besar popok yang tadi dilihat selama sensus, ya kemungkinan besar popok bekas baru,” kata Riska.
ia juga mengatakan, bantaran sungai masih seringkali dijadikan tempat pembuangan sampah oeh warga. Tak hanya itu, wargapun kadang masih seenaknya sendiri membuang sampah ke sungai ketika melewati Jembatan Besar.
“Dari situlah salah satu sumber pencemaran,” katanya.
Ia menyebut, Pemerintah adalah pihak yang harusnya paling bertanggungjawab atas persoalan ini.
“Karena pemerintah yang bertugas untuk menyediakan sarana prasarana transportasi pengelolaan sampah,” kata Riska.
Selama ini, Ecoton menilai bahwa pemerintah masih saling lempar tanggungjawab terkait persoalan di Kali Surabaya dan Kali Brantas secara umum.
Riska mengakui, sebenarnya, persoalan kali Brantas menjadi tanggungjawab Pemerintah Pusat. Ini karena Kali Brantas merupakan kali strategis nasional.
Namun, Pemerintah Provinsi Jatim dan Pemerintah Kota/Kabupaten seperti Surabaya, Gresik, Sidoarjo, dan Mojokerto seharusnya tidak saling lempar tanggungjawab.
“Sungai ini kan menghidupi banyak kota, seperti Gresik, Sidoarjo, Surabaya, dan Mojokerto. PDAM-nya kan juga ngambil dari Kali Brantas. Pabrik-pabriknya juga ngambil dari air Kali Brantas,” katanya menjelaskan. (bas/iss/ipg)