Tim Ahli Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menetapkan 12 karya budaya asli Jawa Timur (Jatim) menjadi WBTb. Penetapan 12 karya budaya itu menambah deretan daftar WBTb Nasional di Jatim menjadi 99 karya budaya.
Ke-12 budaya Jatim yang diakui WBTb nasional antara lain Jaranan Pegon dari Tulungagung, Jaran Jenggo dari Lamongan, Tari Ngremo Surabayan dari Surabaya, Tari Beskalan dari Kabupaten Malang, Nyadran Sawuran dari Bojonegoro dan Yadnya Karo Suku Tengger Brang Kulon dari Kabupaten Pasuruan.
Kemudian Kembang Lamaran dari Kota Probolinggo, Brem Madiun dari Kabupaten Madiun, Tari Topeng Ghettak dari Pamekasan, Keket dari Situbondo, Ngetung Batih dari Trenggalek dan Manten Pegon dari Surabaya.
“Kalau ditelusuri ke daerah-daerah, kita akan banyak sekali menemukan warisan budaya itu. Baik yang berupa benda maupun yang berupa takbenda,” terang Prof. Dr. Purnawan Basundoro, S.S., M.Hum. Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Airlangga (Unair) dalam program Wawan Radio Suara Surabaya, Rabu (6/9/2023) pagi.
Menurut Purnawan Basundoro, manusia diwarisi kultur yang sangat berwarna. Apalagi penduduk di Jatim punya sub-varian yang banyak. Mulai dari Madura, Pandalungan, hingga Mataraman. Di mana hal ini juga berpengaruh ke warisan-warisan budaya yang sampai saat ini bisa dirasakan oleh masyarakat Jatim.
“Berbagai hal yang terkait dengan karakter manusia itu akan turut membentuk warna dari kebudayaan. Jawa Timur ini kan dari varian kebudayaan, latar belakangnya, hingga etnisnya juga sangat kaya,” terang alumnus Universitas Gajah Mada (UGM) itu.
Berdasarkan analisis Prof. Dr. Denys Lombard, kata Purnawan Basundoro, Pulau Jawa adalah silang budaya. Di mana karakteristik geografi yang memang sangat terbuka, juga mudah disinggahi.
“Maka berbagai peninggalan budaya atau berbagai unsur budaya dari luar itu akhirnya ya dalam tanda kutip mentelok di kawasan Jawa Timur ini,” sebut Guru Besar bidang Ilmu Sejarah Perkotaan itu.
Purnawan berharap penetapan WBTb oleh Kemendikbudristek tak sekadar pengakuan. Harus ada upaya dari Pemerintah Kota/Kabupaten dan Provinsi untuk mengajukan perlindungan, seperti hak kekayaan intelektual. Supaya menjadi sesuatu yang benar-benar diakui.
“Masyarakat juga harus merawat kebudayaan ini. Jangan sampai sudah ditetapkan sebagai WBTb kemudian dilupakan begitu saja. Kalau masyarakat tidak merawat, ya lama-lama bisa hilang dan predikat WBTb dapat dicabut,” sebutnya.
Purnawan Basundoro mengusulkan agar kebudayaan yang masuk WBTb juga dikenalkan ke masyarakat. Misal melalui sekolah-sekolah. Itu menjadi salah satu cara pelestarian, kebudayaan itu kan harus dilestarikan, harus dimajukan. Salah satu media pelestarian budaya itu lembaga pendidikan,” terangnya.
Jika kebudayaan itu menjadi bagian dari pelajaran, maka anak muda di Indonesia harus mau melakukannya. Apalagi budaya Indonesia memiliki banyak pesan positif. Mulai dari keberanian, kelugasan, kejujuran, bahkan pesan untuk menghormati alam. (saf/iss)