Green Woman Lakardowo beserta LSM Peduli Lingkungan akan menempuh jalur internasional jika Pemerintah Indonesia tidak mampu menyelesaikan persoalan pencemaran lingkungan di Desa Lakardowo, Kabupaten Mojokerto.
Prigi Arisandi Direktur Ecoton mengatakan, pada November 2018 akan ada semacam pleno pasca aksi serentak yang bernaung dalam gerakan Woman Rise for Climate Justice. Gerakan ini diikuti 88 negara dengan lebih dari 735 aksi. Gerakan ini nantinya akan mengadakan hearing bersama ke PBB.
“Dalam pleno ini, salah satu isu utama adakah timbunan limbah batu bara yang terjadi di Lakardowo,” kata Prigi di sela aksi damai di depan Grahadi, Surabaya, Sabtu (8/9/2018).
Prigi menilai, Green Woman telah menempuh semua upaya damai, mulai dari pemerintah Kabupaten Mojokerto, DPRD Mojokerto, Pemerintah Provinsi Jatim, DLH jatim, Komnas Ham, Komisi 7 DPR RI, Presiden, hingga gugatan ke PTUN.
Prigi mengatakan, proses yang ada sangat lama dan tidak ada upaya penanganan serius dari Pemerintah. Persoalan yang menimpa warga Lakardowo akibat pencemaran lingkungan PT.Pria adalah persoalan global tentang problem Fossil Fuels.
“Indonesia memang sedang gencar menggunakan bahan bakar murah yang dampaknya sangat merusak lingkungan,” kata Prigi.
Beroperasinya PT. Pria sejak tahun 2010 ini, dianggap warga telah membawa banyak dampak bagi desa Lakardowo.
Sutama, warga Lakardowo yang juga bagian dari Green Woman menyebut, setelah beroperasinya PT. Pria, banyak warga yang mengeluhkan gatal-gatal terutama anak-anak.
“Air dan sawah di dekat pabrik juga sudah tercemar semua,” katanya.
Prigi juga menambahkan, di Lakardowo, ada puluhan rumah yang ditimbuni limbah batu bara.
Namun, data berbeda juga pernah dikeluarkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada bulan Oktober 2016. Kementerian KLHK menyebut, dari hasil uji laboratorium sumur warga, kualitas air sumur warga tak ada dampak langsung dari kegiatan PT. Pria. (Bas)