Sabtu, 23 November 2024

Ribuan Massa Suarakan Aksi Perubahan Iklim di San Fransisco

Laporan oleh Denza Perdana
Bagikan
Masyarakat adat global dalam Guardian of The Forest mengkampanyekan pengendalian perubahan iklim di San Francisco, California, Amerika Serikat, Sabtu (8/9/2018). Foto: Antara

Ribuan massa turun ke jalan di San Francisco, California, Amerika Serikat, Sabtu waktu setempat atau Minggu (9/8/2019) Waktu Indonesia Barat menyuarakan aksi melawan kelambanan kebijakan pemerintahan global dalam pengendalian perubahan iklim.

Ikut bergabung dalam aksi yang dipusatkan di Balai Kota San Francisco itu perwakilan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) bersama masyarakat adat global Penjaga Hutan (Guardian of the Forests) dari berbagai negara.

Sadli Razak Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) AMAN Sulawesi Selatan yang ambil bagian bersama anggota AMAN lainnya dalam aksi itu mengatakan, kehadirannya juga menyuarakan pengakuan dan perlindungan terkait hak dan tanah adat.

Sedangkan khusus untuk Sulawesi Selatan, ia mengatakan kehadiran BPH AMAN untuk menyuarakan penghentian eksploitasi wilayah masyarakat adat, mengakui pengetahuan adat, dan komitmen yang besar untuk menjaga wilayah dan hutan adat.

Pada aksi tersebut AMAN juga bersuara agar pengesahan Rancangan Undang-Undang (UU) Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat dapat segera dilakukan oleh pemerintah dan DPR RI.

Aksi turun ke jalan masyarakat global yang juga menjadi rangkaian Global Climate Action Summit (GCAS) 2018 sekaligus mengkritik sikap negara-negara maju dalam negosiasi transparansi dan pendanaan berkelanjutan untuk pengendalian perubahan iklim yang memasuki hari-hari akhir di Bangkok, Thailand.

Dalam pertemuan yang bertujuan menetapkan “buku teks” sebagai aturan besar pelaksanaan Paris Agreement sebelum disepakati di Conference of Parties (COP) 24 Polandia tersebut, Uni Eropa, Swiss, Kanada, Norwegia, dan Jepang justru disebutkan berada di bawah bayang-bayang Amerika Serikat.

Brandon Wu Direktur Kebijakan dan Kampanye ActionAid USA mengatakan sejauh ini di Bangkok, negara-negara kaya membuat upaya menghindari percakapan mengenai pendanaan pengendalian perubahan iklim.

AS tentu memberikan contoh buruk, tapi yang menyusahkan adalah sikap pemerintah lain dari Uni Eropa dan Norwegia yang bersembunyi dibalik sikap pemerintah AS dibanding mengambil sikap memimpin.

Kondisi ini, menurut dia, justru membayakan proses negosiasi secara keseluruhan. Dan meninggalkan tanda tanya besar tidak hanya dalam mencapai tujuan Paris Agreement, tetapi juga menempatkan banyak kehidupan dan “livelihoods” dari komunitas rentan di seluruh dunia dalam risiko.

Delegasi Republik Indonesia dalam Konferensi Perubahan Iklim Bangkok sebagai sesi tambahan negosiasi sebelum COP 24 Polandia yang dipimpin oleh Nur Masripatin Penasehat Senior Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Bidang Perubahan Iklim dan Konvensi Internasional menekankan pentingnya tingkat kedetilan dari setiap elemen “buku teks” Paris Agreement.(ant/den)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
34o
Kurs