Sabtu, 23 November 2024

KPK Periksa Eks Dirut PT Amarta Karya Terkait Dugaan TPPU

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Ali Fikri Kepala Bagian Pemberitaan KPK. Foto: Antara

Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa perwakilan Prudential mengenai kasus dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang dilakukan Catur Prabowo (CP) mantan Direktur PT Amarta Karya.

“Tim Penyidik telah selesai memeriksa saksi, Yenie Rahardja, Head of Risk and Compliance PT Prudential Sharia Life Assurance. Saksi hadir dan didalami lebih lanjut kaitan dengan penerimaan fee oleh istri tersangka CP dari penempatan dana asuransi para karyawan PT AMKA Persero,” kata Ali Fikri Kepala Bagian Pemberitaan KPK dilansir Antara, Rabu (30/8/2023).

Ali menyampaikan bahwa pemeriksaan Yenie dilakukan di Gedung Merah Putih KPK pada Selasa (29/8/2023). Dugaan sumber dana berasal dari proyek fiktif di PT AMKA Persero yang diinisiasi oleh tersangka CP dkk.
​​​​
KPK telah menentukan dua tersangka dalam kasus dugaan proyek fiktif di PT Amarta Karya Tahun 2018-2020, yaitu mantan Direktur Utama Catur Prabowo (CP) dan Trisna Sutisna (TS) mantan Direktur Keuangan PT Amarta Karya.

Trisna Sutisna telah ditahan KPK pada tanggal 11 Mei 2023, sementara Catur ditahan pada tanggal 17 Mei.

Penyidik KPK kemudian kembali menetapkan Catur Prabowo sebagai tersangka dalam kasus dugaan TPPU pada Senin (21/8/2023).

Kasus tersebut, tutur penyidik lembaga antirasuah, berawal pada tahun 2017. Tersangka TS saat itu menerima perintah dari CP yang waktu itu masih menjabat Direktur Utama PT Amarta Karya.

Catur memerintahkan Trisna dan pejabat di bagian akuntansi PT Amarta Karya untuk menyiapkan sejumlah uang untuk kebutuhan pribadinya. Sumber dana tersebut berasal dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya.

Bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya, tersangka TS kemudian mendirikan badan usaha berbentuk CV yang digunakan untuk menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya tanpa melakukan pekerjaan alias fiktif.

Pada tahun 2018, beberapa badan usaha CV fiktif dibentuk sebagai vendor yang akan menerima bermacam transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya. Hal ini sepenuhnya diketahui oleh tersangka CP dan TS.

Untuk mengajukan anggaran pembayaran kepada vendor, tersangka CP selalu memberikan disposisi “lanjutkan” bersama dengan persetujuan surat perintah membayar (SPM) yang ditandatangani oleh tersangka TS.

Staf di bagian akuntansi PT Amarta Karya, yang merupakan orang yang dipercayai oleh CP dan TS, mengendalikan buku rekening bank, kartu ATM, dan bonggol cek dari badan usaha CV fiktif tersebut. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan dari tersangka CP.

Uang yang diterima oleh tersangka CP dan TS kemudian diduga digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, membeli emas, melakukan perjalanan pribadi ke luar negeri, membayar keanggotaan di klub golf, serta memberikan kepada beberapa pihak terkait lainnya.

Tindakan kedua tersangka ini diduga telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp46 miliar.

Atas perbuatannya kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (ant/bnt/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs