Jumat, 22 November 2024

Kasus Rafael Alun Disebut Bisa Jadi Preseden Penindakan Berbasis LHKPN

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Rafael Alun Trisambodo eks pejabat DJP Kementerian Keuangan (rompi oranye) dikawal petugas menuju rutan KPK usai dilimpahkan dari Tim Penyidik KPK ke Tim Jaksa KPK di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (31/7/2023). Foto: Dok/ Antara

Nurul Ghufron Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kasus Rafael Alun Trisambodo eks pejabat Direktorat Jenderal Pajak bisa menjadi preseden penegakan hukum antikorupsi, berbasis Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

“Kalau ini sukses, terobosan ini akan menjadi preseden baru dari hasil LHKPN yang selama ini dianggap tidak ada muatannya atau tidak berdampak kepada proses hukum,” kata Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (24/8/2023) seperti dilansir Antara.

Ghufron mengatakan lembaga antirasuah itu tengah mengembangkan LHKPN dari instrumen yang bersifat administratif, menjadi sebuah instrumen penindakan.

Untuk itu, dia menekankan peran serta masyarakat dalam memberantas korupsi di tengah masyarakat sangatlah penting. Publik juga bisa berpartisipasi dalam pemberantasan korupsi dengan memberikan informasi yang relevan ke KPK mengenai dugaan korupsi.

“Saat ini oleh KPK dikembangkan dari LHKPN yang bersifat administratif pada penindakan. Jadi, mohon dukungannya siapa tahu nanti ada masyarakat atau media juga menemukan alat bukti lain yang bisa diusulkan dalam penindakan ini,” ujarnya.

Sebagai informasi, KPK resmi menahan dan menyematkan rompi jingga bertuliskan “Tahanan KPK” kepada Rafael Alun Trisambodo (RAT) per tanggal 3 April 2023.

RAT ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak, atas pengondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakan.

KPK pada Jumat (18/8/2023) pekan lalu, juga sudah melimpahkan berkas perkara dan surat dakwaan terdakwa RAT ke Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat (Jakpus). Tim Jaksa KPK mendakwa Rafael Alun dengan pasal gratifikasi dengan perincian penerimaan gratifikasi sebesar Rp16,6 miliar.

Yang bersangkutan juga didakwa dengan pasal tindak pidana pencucian uang dengan perincian TPPU periode 2003—2010 sebesar Rp31,7 miliar, kemudian TPPU periode 2011—2023 sebesar Rp26 miliar, 2.000.000 dolar Singapura, dan 937.000 dolar AS.

Sidang perdana mantan pejabat Ditjen Pajak itu dijadwalkan berlangsung pada Rabu pekan depan, di Pengadilan Tipikor PN Jakpus.

Berdasarkan informasi dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) Pengadilan Negeri Jakarta Pusat perkara dengan nomor registrasi 75/Pid.Sus-TPK/2023/PN Jkt.Pst tersebut dijadwalkan dimulai pukul 10.30 WIB dengan agenda sidang pertama. (ant/bil/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs