Sabtu, 23 November 2024

Indostrategic: Tercecernya Elektabilitas Anies Baswedan Karena NasDem Tersandera ‘Tukang Gebug’ Politik

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Anies Rasyid Baswedan Capres 2024 dari Partai NasDem saat pidato Deklarasi di kantor DPP Partai NasDem, Senin (3/10/2022). Foto: Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Ahmad Khoirul Umam Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic)) menjelaskan, hasil survei Litbang Kompas periode Agustus 2023, kembali mengonfirmasi “tercecernya” elektabilitas Anies Baswedan Bakal Capres Koalisi Perubahan.

Kata Umam, meskipun pernah mencapai elektabilitas di sekitar angka 29 persen pada penghujung 2022, namun selama paruh pertama tahun 2023 ini, elektabilitas Anies selalu “tercecer” di posisi terbawah dengan jarak angka cukup jauh dibanding Capres potensial lainnya seperti Prabowo dan Ganjar.

“Tercecernya elektabilitas Anies itu juga dibayangi oleh kondisi Koalisi Perubahan yang kian stagnan. Di saat PKS dan Demokrat mengklaim siap mendeklarasikan pasangan Capres-Cawapres dan membentuk infrastruktur pemenangan Anies, Nasdem justru tampak bersikeras mengulur waktu hingga menit-menit terakhir (last minutes),” ujar Umam dalam keterangannya, Rabu (23/8/2023).

Menurut Umam, tidak bergeraknya NasDem ini kemungkinan besar disebabkan oleh situasi dimana Surya Paloh tersandera oleh tangan-tangan kekuasaan yang tak terlihat (the invisible hand), yang belakangan mempunyai hobi “menggebug” lawan politik dengan instrumen hukum.

“Karena ketakutannya pada manuver “tukang gebug” itu, Paloh terus memilih diam, mengulur waktu, dan tidak segera memutuskan nasib keberlanjutan pencapresan Anies,” jelasnya.

Di sisi lain, Anies yang seharusnya tampil agresif memimpin koalisi, kini juga ikut-ikutan diam menyaksikan koalisinya stagnan dan elektabilitasnya masih terseok-seok pada enam bulan menjelang Pilpres 2024 mendatang.

Bahkan, lanjut Umam, selaku Bakal Capres Pro-Perubahan, Anies sendiri belakangan juga tampak semakin gamang dan tidak cukup keberanian untuk mengkritik kebijakan pemerintahan yang dia klaim hendak dia ubah.

Masalahnya, kata Umam, stagnasi elektabilitas Anies dan bergemingnya NasDem dalam jangka panjang ini betul-betul menjadi “ujian berat” bagi partai-partai pengusung Anies lainnya.

Selain terancam tidak akan mendapatkan efek ekor jas (coat tail effect) dari pencapresan Anies, PKS dan Demokrat kini juga tampak mulai gusar setelah merasakan koalisinya seolah tidak ada kemajuan, tidak ada kesetaraan dalam pengambilan keputusan di internal koalisi, dan tidak ada keseriusan untuk bergerak bersama.

Karena itu, menurut Umam, munculnya ide penggabungan Ganjar-Anies sebagai pasangan Capres-Cawapres belakangan ini, dipandang sebagai bagian dari “strategi awal pembubaran” Koalisi Perubahan, agar salah satu dari partai yang merasa tidak nyaman itu bisa segera keluar dari koalisi.

“Jika ini terjadi, maka deadlock Koalisi Perubahan sebenarnya bukan semata-mata akibat benturan ego elit partai-partai, tetapi juga akibat dari cawe-cawe tangan kekuasaan yang “mengunci” tangan dan kaki salah satu partai pengusung Anies, sehingga gamang dan tidak siap menghadapi risiko besar pencapresan Anies ke depan,” tegasnya.

Umam mengatakan, jika Koalisi Perubahan benar-benar masih ingin tampil kompetitif, seharusnya Anies bisa lebih agresif dan berani memecah kebekuan di dalam koalisinya. Sebab, pasca bergabungnya Golkar dan PAN ke kubu Prabowo, konfigurasi Parpol pembentuk poros koalisi saat ini sudah fase final. Tidak ada lagi yang perlu ditunggu.

Jika Anies tetap terdiam, Anies tidak sadar dirinya hampir kehilangan momentum. Anies seharusnya juga paham bahwa success story-nya di Pilkada Jakarta 2017, dimana elektabilitasnya sempat tercecer di awal kontestasi, tidak bisa disamakan dan diterapkan kembali dalam kontestasi Pilpres Indonesia.

“Maka sebagai kekuatan penantang yang memiliki jaringan, kekuatan politik, dan logistik yang relatif terbatas, seharusnya Anies dan koalisinya bisa bergerak cepat dengan deklarasi Capres-Cawapres, finalisasi Sekretariat Bersama (Sekber), dan membentuk infrastruktur pemenangan. Sehingga elektabilitasnya sebagai Capres kembali kompetitif menjelang Pilpres 2024 mendatang,” pungkas Umam yang juga Dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina ini.(faz/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs