Ucu Martanto Dosen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisip) Universitas Airlangga (Unair) menyebut praktik politik uang sangat mungkin terjadi di Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
“Meskipun ada upaya untuk mengubahnya, salah satu faktor penentu adalah sistem pemilihan dan intervensi pemerintah dalam mencegah kecurangan,” ucapnya pada Senin (21/8/2023).
Menurutnya, era digital telah mengubah banyak hal, termasuk kampanye politik. Oleh karena itu, penting bagi lembaga pengawas untuk terampil dalam teknologi agar politik uang tidak berkembang di ranah digital.
“Kampanye saat ini memasuki ranah digital, seperti giveaway. Meskipun terdapat larangan memberikan imbalan uang kepada calon pemilih, peran Bawaslu, Panwaslu, serta generasi Z dalam mengawasi trik kampanye digital menjadi faktor penentu keberhasilan dalam memitigasi dampak politik uang,” ujarnya.
Ucu mengatakan bahwa politik uang memiliki dampak pada menurunnya kualitas demokrasi, yakni pemimpin terpilih menurutnya berpotensi lebih fokus pada pengembalian modal yang bisa berdampak pada kebijakan.
Untuk mengatasi hal itu penyelenggara Pemilu perlu lebih tegas dalam memberikan sanksi, akuntabilitas dana partai, pemeriksaan kekayaan pemimpin, serta perlu gerakan penyadaran masyarakat tentang bahaya politik uang.
“Formulasi sistem pemilu yang demokratis tanpa peluang kecurangan perlu diterapkan. Transparansi dalam perekrutan partai politik dan pendidikan politik yang komprehensif juga harus diperhatikan untuk menjaga integritas pemilu,” sebutnya.
Ucu juga menegaskan, perlu sinergi dari berbagai elemen, mulai dari pemerintah, masyarakat, hingga partai politik, untuk mengatasi masalah tersebut.
“Kita harus mengubah pandangan bahwa politik uang bukan hal yang biasa. Bersama-sama, kita dapat menjaga integritas pemilu dan keberlangsungan demokrasi,” pungkasnya. (ris/saf/ipg)