Jumat, 22 November 2024

Pengamat: Ada Jokowi Factor yang Sangat Besar di Balik Terbentuknya Koalisi Parpol Saat Ini

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Prabowo didampingi ketua umum PKB, Golkar dan PAN saat deklarasi dukungan Calon Presiden di Museum Naskah Proklamasi Jakarta bersama Ketua Umum Partai Golkar, PAN, PKB, Minggu (13/8/2023). Foto: Dok/ Antara

Ucu Martanto Pengamat Politik Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menyebut ada Jokowi factor yang sangat besar dan berpengaruh dibalik pembentukan koalisi partai politik (Parpol) saat ini, untuk kontestasi Pilpres 2024. Baik koalisi yang makin lama makin gemuk, maupun yang stagnan.

Tingkat kepuasan masyarakat atas pemerintahan Jokowi yang mencapai 823 persen berdasarkan hasil sebuah survei, menurut Ucu betul-betul dimanfaatkan para bakal calon presiden (bacapres) meminta restu Presiden untuk maju dalam kontestasi Pilpres 2024.

“Kalau kita perhatikan baik Prabowo Subianto (bacapres Partai Gerindra) maupun Ganjar Pranowo (bacapres PDIP) itu kan sama-sama ingin menunjukkan kepada publik bahwa mereka itu dalam tanda petik sudah direstui oleh Jokowi (untuk maju dalam Pilpres 2024). Mereka masing-masing mengeklaim bahwa maju ini atas restu Jokowi,” kata Ucu saat mengudara di program Wawasan Suara Surabaya, Senin (21/8/2023).

Meski Jokowi sendiri sudah menyatakan akan cawe-cawe urusan Pilpres, tapi menurut Ucu saat ini Presiden masih belum secara eksplisit menunjukkan telah memberi restu bacapres tertentu.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik (FISIP) Unair itu mengatakan, kalau langkah tersebut dilakukan Jokowi supaya dinamika politik tanah air tidak semakin gaduh.

“Langkah yang paling aman bagi Jokowi dan juga membuat politik Indonesia ini tidak terlalu gaduh adalah di momen-momen akhir. Dugaan saya, (Jokowi) nanti akan memberikan statement/simbol merestui salah satu (bacapres), dan itu kemungkinan adalah Ganjar. Ini karena mau tidak mau Jokowi adalah bagian dari PDIP sehingga harus mendukung apa yang dicalonkan partainya. Kecuali, kalau beliau nekat seperti Budiman Sujatmiko yang terang-terangan mendukung Prabowo,” terang Ucu.

Diketahui Partai Golkar dan PAN yang awalnya tergabung dalam Koalisi Indonesia Bersatu (KIB), memutuskan merapat ke Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) bersama Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), mengusung Prabowo Subianto sebagai bacapres.

Adapun KKIR sendiri, saat ini mendapat julukan “Koalisi Gemuk”. Karena, selain jumlah perolehan kursi parlemen keempat partai itu yang besar sebanyak 265 kursi, sejumlah petinggi partai di KKIR menempati jabatan strategis sebagai menteri di Kabinet Indonesia Maju Joko Widodo Presiden.

Selain KKIR, ada Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang terdiri dari Partai Nasdem, Demokrat, dan PKS dengan mengusung Anies Baswedan sebagai bacapres. Kemudian terakhir, ada koalisi PDIP dengan PPP, Hanura, dan Perindo yang mengusung Ganjar Pranowo sebagai bacapres.

Ucu mengatakan, fondasi dasar parpol bergabung dengan sebuah koalisi karena keyakinan akan menang. Saat koalisi itu memenangkan kontestasi politik, selanjutnya akan terjadi pembagian jabatan dan hal tersebut merupakan sesuatu yang lumrah.

Meski demikian, menurut dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik (FISIP) Unair itu, semakin gemuk sebuah koalisi maka tantangannya jgua semakin besar.

“Makin gemuk koalisi parpol, perhitungan internalnya makin rumit lagi. Sebagai contoh misalnya ya, di KKIR siapa sosok bacawapres yang akan dipasangkan dengan Prabowo? Entah itu Airlangga Hartarto dari Golkar, Pak ET (Erick Thohir) dan Zulkifli Hasan dari PAN, atau mungkin Cak Imin (Muhaimin Iskandar) yang sejak awal oleh PKB disodorkan ke Gerindra sebagai cawapres dalam kerja sama politiknya,” ungkapnya.

Selain itu, kata Ucu, koalisi yang gemuk tidak menjamin 100 persen akan memenangkan kontestasi politik. Dia berkaca kepada masyarakat terutama para pemilih muda yang saat ini lebih melihat siapa tokohnya, bukan parpol pengusungnya.

“Gambaran besarnya, ini menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap partai politik itu masih rendah sehingga yang mereka lihat sekarang adalah siapa tokohnya? Padahal dalam demokrasi elektoral saat ini, partai politik yang menjadi pilar pentingnya. Idealnya memang seperti itu dalam sistem demokrasi kita,” bebernya.

Kalau hal ini terus dibiarkan, lanjut Ucu, akan kurang baik untuk sistem demokrasi Indonesia. Untuk itu, dia berharap semua parpol makin berbenah dan amanah dalam menjalankan kepercayaan masyarakat.

“Kesadaran dari partai politik untuk bisa memperkuat posisinya lebih amanah dan bekerja dengan integritas yang tinggi, itu yang harus mereka lakukan. Karena kalau tidak, ya ke depannya akan berbahaya juga bagi mereka,” pungkasnya. (bil/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs