Dinas Perhubungan (Dishub) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya berusaha keras melakukan evaluasi terhadap titik-titik parkir yang realisasi pendapatannya tidak sesuai dengan potensinya.
Karena itu, Tundjung Iswandaru Kepala Dishub Surabaya mengatakan pihaknya sedang melakukan berbagai upaya untuk mengoptimalkan titik parkir yang dikelola pemkot tersebut. Salah satunya dengan cara gerakan “minta karcis” yang dia lakukan satu pekan terakhir.
Hal ini dilakukan untuk memenuhi target pendapatan asli daerah Kota Surabaya dari sektor parkir tahun ini yang mencapai Rp32 miliar.
“Iya, realistis,” kata Tundjung dalam program Semanggi Suroboyo FM 100 “Menambang Pendapatan dari Parkir Surabaya”, Jumat (18/8/2023).
Lebih lanjut, Tundjung mengatakan, penetapan angka itu karena adanya penurunan jumlah titik parkir yang dikelola pemkot.
“Sekarang di tahun 2023, titik parkirnya ada sekitar 1.300. Turun dari yang sebelumnya 1.800,” katanya.
Tundjung juga menjelaskan dua alasan penurunan jumlah lokasi parkir tersebut. Ada yang karena toko atau objek depan titik parkir tersebut sudah tutup karena pandemi Covid-19, belum buka lagi, atau alih lahan. Kedua, juga karena hasil analisa traffic management bahwa lokasi tersebut sudah tidak boleh dijadikan tempat parkir.
Dalam kesempatan yang sama, Tundjung juga menyosialisasikan beberapa hal pada masyarakat agar tertib parkir dan terhindar dari parkir nakal. Salah satunya dengan membedakan lahan parkir yang dikelola pemkot Surabaya dan yang bukan. Hal ini dikarenakan banyak warga yang keliru protes tentang parkir.
“(Yaitu) tepi jalan umum yang menggunakan fasad pemerintah. Kalau ruko, bukan,” katanya.
Menurutnya, parkiran di ruko (rumah toko) adalah milik perseorangan atau swasta. Mereka dikenakan pajak yang dibayarkan ke Badan Pendapatan Daerah (Bapenda). Sedangkan kendaraan yang parkir di tepi jalan umum, dikenakan retribusi parkir dan dikelola Dishub Surabaya.
Hal lain yang perlu diperhatikan masyarakat, juru parkir (jukir) yang terdaftar resmi di Dishub Surabaya memiliki identitas dan karcis. Jika tidak memiliki keduanya, berarti jukir liar dan bukan wewenang Dishub.
Jukir Surabaya yang terdaftar sekarang jumlahnya 2.200 dengan rincian 1.700 jukir utama dan 500 jukir pembantu. Status hubungan keduanya adalah mitra. Jukir resmi tidak dibayar oleh pemkot, tapi bagi hasil.
“Kalau terjadi keluhan tentang jukir nakal untuk yang terdaftar, laporkan ke Dishub. Kalau yang liar, Dishub bekerja sama dengan aparat penegak hukum dalam hal ini adalah Polisi,” jelasnya.
Tindak lanjutnya, jika ada jukir terdaftar yang nakal, Dishub akan memberi pembinaan. Seperti peringatan hingga menarik keanggotaan resminya.
Sementara itu, saat disinggung tentang PAD sektor parkir yang belum maksimal, Tundjung mengatakan kalau ada dua modus yang biasa dilakukan oleh jukir.
“Pertama parkir tapi tidak ada karcisnya. Kedua diberi karcis tapi karcisnya kedaluarsa,” jelasnya. Hal itu juga yang membuat PAD sektor parkir turun.
Dalam program Radio Suara Surabaya berdurasi 90 menit tersebut, juga ada beberapa pendengar yang bergabung dalam diskusi. Beberapa di antaranya memberikan saran pada Dishub tentang inovasi pembayaran parkir seperti memakai QRIS dan eTol.
Tundjung juga menambahkan, bahwa sudah ada aduan warga tentang parkir pada Dishub. Sekadar diketahui, beberapa waktu lalu, Dishub membuka hotline untuk keluhan jukir nakal.
Dalam satu pekan berjalan, ada 162 aduan yang berisi keluhan, tapi hanya 37 persen di antaranya yang masuk ke wilayah Dishub. Seperti jukir menarik uang lebih (23 persen) dan jukir tidak memberikan karcis (14 persen).
“54 persen aduan tentang minimarket dan lahan swasta. Lalu ada 9 persen tentang jukir tidak resmi,” jelasnya.
Meski demikian, Tundjung mengutarakan komitmen pemerintah untuk menindaklanjuti aduan masyarakat, membina jukir yang nakal serta mengajak masyarakat meminta karcis. Sementara untuk jukir liar, pihaknya menyatakan telah berkoordinasi dengan Polrestabes Surabaya. (ham/iss)