Suharso Monoarfa Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyatakan intervensi pengentasan stunting dilakukan di daerah-daerah dengan tingkat cukup tinggi, khususnya Pulau Jawa.
“Kalau itu kita intervensi, mudah-mudahan kita bisa mencapai apa yang kita inginkan, mungkin dekat-dekat di angka 14 persen,” ujar Suharso usai Sidang Tahunan MPR, Sidang Bersama DPR-DPD, dan Sidang Paripurna DPR Tahun 2023 di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Rabu (16/8/2023).
Melansir Antara, berdasarkan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan penurunan target prevalensi stunting hingga di angka 14 persen.
Sebelumnya, pemerintah sudah menurunkan tingkat prevalensi stunting hingga mencapai angka 21,6 persen pada 2022 dari 24,4 persen pada 2021.
Lebih lanjut, dia menyatakan ada sejumlah daerah di Indonesia yang dapat mencapai penurunan tingkat prevalensi stunting sebesar 19 persen, 17 persen, hingga delapan persen “Rata-rata nasional hari ini memang masih 21 persen,” kata Kepala Bappenas.
Sebelumnya, Menteri PPN juga telah menyampaikan bahwa penurunan stunting difokuskan di 12 provinsi prioritas.
Ke-12 provinsi tersebut adalah Nusa Tenggara Timur dengan perkembangan tingkat prevalensi stunting sebesar 35,3 persen, Sulawesi Barat 35 persen, Nusa Tenggara Barat 32,7 persen, Kalimantan Barat 27,8 persen, Sulawesi Utara 27,7 persen, Kalimantan Selatan 24,6 persen, Jawa Barat 20,2 persen, Jawa Timur 19,2 persen, Jawa Tengah 20,8 persen, Sumatera Utara sebesar 21,1 persen, dan Banten sebesar 20 persen.
“Stunting penurunannya adalah di 12 provinsi prioritas yang kita lakukan secara gotong-royong di semua kementerian atau lembaga, dan kita mengadakan pendampingan keluarga di desa,” ucap Suharso.
Sebagai upaya penurunan stunting pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2024, Bappenas menetapkan empat strategi. Pertama yaitu pendampingan keluarga oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK).
Kedua, perluasan cakupan Penyediaan Makanan Tambahan Ibu Hamil Kurang Energi Kronis (PMT Bumil KEK) dan Balita Kurus. Ketiga, perluasan cakupan imunisasi dasar lengkap.
“Imunisasi dasar lengkap itu ada hubungannya secara linear dengan potensi terkena stunting, jadi paling tidak, bayi-bayi bisa memperoleh imunisasi dasar dengan baik, sehingga terhindarnya itu lebih besar dibandingkan yang tidak,” ujarnya.
Keempat, penguatan kualitas data surveilans (e-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyaraka/e-PPGBM) mulai dari unit pelayanan kesehatan terkecil atau posyandu. (ant/bil/ham)