Jumat, 22 November 2024

Pakar Dorong Pemerintah Kaji Lebih Dalam Terkait Pembatasan Barang Impor di Marketplace

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Pemerintah memberlakukan aturan yang melarang barang impor di bawah Rp1,5 juta dijual di marketplace. Ilustrasi: Investor Daily

Kementerian Perdagangan (Kemendag) memastikan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) nomor 50 tahun 2020 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sudah selesai.

Isy Karim Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Dalam Negeri di Kemendag menyebut terdapat sejumlah hal yang direvisi. Salah satunya terkait pembatasan peredaran produk impor di platform digital.

Revisi Permendag nomor 50 tahun 2020 tersebut mengatur tentang batas minimum harga untuk produk impor yang diperdagangkan dalam marketplace.

Jadi, pemerintah menetapkan produk impor dengan harga di bawah 100 Dolar Amerika Serikat (AS), sekitar Rp1,5 juta, dilarang dijual pedagang luar negeri di platform online e-commerce maupun social commerce.

Isy berargumen, tindakan restriksi produk impor di marketplace itu bertujuan melindungi dan meningkatkan daya saing produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) lokal.

Lantas, bagaimana respons masyarakat tentang aturan yang melarang barang impor di bawah Rp1,5 juta dijual di marketplace?

Melalui diskusi yang diperdengarkan dalam program Wawasan Polling Suara Surabaya pada Kamis (3/8/2023) pagi, suara publik cenderung berimbang dalam menyikapi masalah ini.

Dari data Gatekeeper Suara Surabaya, suara pendengar yang setuju dan tidak setuju dengan aturan tersebut sama-sama berimbang, fifty-fifty. Ada empat pendengar yang menyatakan setuju (50 persen), serta empat pendengar yang menyatakan tidak setuju (50 persen).

Sedangkan dari data di Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 76 voters (52 persen) menyatakan tidak setuju. Namun, terdapat 70 voters (48 persen) yang menyetujui aturan tersebut.

Menyikapi hal tersebut, Aluisius Hery Pratono pengamat ekonomi menilai bahwa revisi Permendag tersebut bisa menjadi isu sensitif. Bahkan dapat diarahkan menjadi isu politik.

Menurutnya, Indonesia sebagai bagian dari World Trade Organization (WTO), menyetujui kesepakatan terkait perdagangan yang bersifat terbuka, saling bersaing, utamanya dalam masalah harga. Sehingga konsumen dapat memilih harga yang lebih murah.

“Soal larangan atau pembatasan, negara lain juga melakukannya. Misalkan Jepang yang membuat aturan impor berat dengan sangat ketat,” ucap Hery, sapaan akrabnya.

Menurut Ketua Program Studi (Kaprodi) Ilmu Ekonomi Universitas Surabaya (Ubaya) itu, harus ada penjelasan tentang UMKM yang dimaksudkan oleh Kemendag.

“UMKM kita paling banyak yang perdagangan. Kalau dilihat, yang paling banyak protes ya yang perdagangan itu. Sebab UMKM pedagang kan yang paling banyak akses ke digital, kalau petani kan tidak punya,” jelasnya.

Selain itu, iklim kompetitif yang diciptakan oleh WTO memang memiliki tujuan bagus. Sehingga membuat konsumen memiliki banyak pilihan. Tapi di sisi lain kompetisi ini justru membuat pedagang saling “bunuh”.

Itulah sebabnya alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) ini mendorong pemerintah betul-betul melakukan riset yang kuat sekaligus mendalam sebelum menetapkan sebuah aturan.

“Kalau sekadar batas minimal Rp1,5 juta, kebijakan ini seakan tidak punya blue print atau riset yang kuat. Argumennya lemah sekali,” ujarnya.

Jika berkaca pada pengadaan barang jasa di pemerintahan, maka sebisa mungkin Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) harus 100 persen. Sayangnya, hal tersebut jelas tidak bisa diterapkan di marketplace.

“Kalau di marketplace, masyarakat kita tidak mikir sampai seperti itu. Kadang cuma melihat brand-nya saja,” sebutnya.

Hery menambahkan, pemberlakuan aturan ini akan membuat pilihan barang untuk konsumen menjadi berkurang. Tapi hal ini diyakini tidak akan membuat tren pembelian barang di marketplace menurun. 

“Saran saya, namanya UMKM pasti ada peak. Pemerintah harus membayangkan UMKM bukan sekadar dagang saja, tapi juga produksi. Jadi perlu koordinasi antara produksi dan distribusi, harus kompak, harus berintegrasi,” ujar Hery. (saf/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs