Satpol PP Surabaya menanggapi demonstrasi Aliansi Madura Indonesia (AMI) di depan kantor tadi pagi, Senin (31/7/2022).
Eddy Christijanto Kepala Satpol PP Kota Surabaya memastikan, semua anggotanya menjalankan penertiban secara humanis dan persuasif.
“Saya selalu sampaikan ketika teman-teman melakukan kegiatan di lapangan, agar tetap humanis, persuasif dan cari solusi. Di sini ada Petugas Tindak Internal (PTI) yang tugasnya untuk menindak, silakan laporkan,” ujarnya lewat keterangan resmi yang diterima suarasurabaya.net, Senin (31/7/2023).
Termasuk saat menertibkan pedagang kaki lima (PKL) di Jalan Ngaglik, Kota Surabaya pada 26 Juli 2023, pekan lalu.
Sejumlah PKL di sana, lanjut Eddy sebelumnya sudah diberi peringatan beberapa klo untuk tidak berjualan pakaian bekas di pedestrian.
Namun ketika penertiban, sambungnya, ada salah satu PKL yang memprovokasi hingga membuat salah paham antara petugas dan pedagang. Namun perselisihan itu sudah selesai di polsek setempat.
“Mungkin teman-teman terpancing ketika ada (PKL) yang teriak (provokasi). Lalu ada yang coba mendorong petugas sehingga dia (PKL) sampai jatuh terpeleset dan luka di dengkulnya (lututnya). Jadi kejadiannya seperti itu. Akhirnya kemudian bertemu di polsek sampai selesai,” bebernya.
Penertiban itu bukan tanpa alasan. Menurut Eddy sudah dilakukan tahun 2017-2018 lalu di kawasan Gembong dan Jalan Ngaglik.
“Akhirnya oleh pemerintah kota dibelikan tanah di Gembong Asih. Akhirnya mereka direlokasi di situ dan itu sudah bersih semua tidak ada PKL di Gembong, di Ngaglik yang berjualan di jalan raya,” katanya.
Tapi, saat pandemi Covid-19 2020, muncul PKL-PKL baru yang berjualan di pedestrian kawasan Jalan Kapasari dan sekitarnya. Sehingga penertiban harus kembali dilakukan.
“Nah, itu (PKL baru di pedestrian) yang kita ditertibkan. Karena apa? ini sebenarnya kita juga berpihak kepada PKL yang sudah masuk ke Gembong Asih. Kalau mereka (PKL) tetap berjualan di situ (pedestrian jalan), PKL Gembong Asih tidak ada yang datang, akhirnya tidak laku, kita yang diprotes,” ujar dia.
Eddy menjelaskan, pola penataan PKL akan selalu menjalankan empat cara. Tidak akan mengganggu perekonomian penjual tapi juga tidak mengganggu kepentingan publik.
Pertama, PKL di pedestrian dimasukkan ke Sentra Wisata Kuliner (SWK). Kedua, PKL dimasukkan ke halaman ruko-ruko (rumah toko).
“Tetapi terkadang ruko-nya tidak mau, kita mencoba untuk memediasi untuk bisa masuk (halaman) ruko, karena saat malam ruko tidak dipakai. Sekarang kita sedang memediasi supaya bisa masuk di kawasan indomaret dan alfamart, supaya PKL bisa masuk di situ tidak di jalan,” ujarnya.
Pola ketiga, penataan PKL Surabaya yang berada di pedestrian jalan dimasukan ke persil pemilik rumah dengan syarat bayar biaya sewa.
“Nah, itu monggo (silahkan) bisa disampaikan langsung dengan pemilik persil rumah. Contoh di Jalan Kalasan, itu kita masukkan di persil orang. Tentu mereka ada sewa menyewa dengan pemilik rumah,” tuturnya.
Terakhir, pihaknya juga memberikan opsi penataan PKL dengan cara pembinaan. Di mana pola pembinaan itu dilakukan ketika di lokasi terdekat tidak ada SWK, ruko atau persil halaman rumah.
“Seperti di Genteng itu contoh PKL binaan, dengan catatan ada space-space yang tidak mengganggu kepentingan warga. Jadi empat pola itu yang dilakukan sejak dahulu seperti itu,” tandasnya.
Diberitakan sebelumnya, puluhan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Madura Indonesia (AMI) melangsungkan demonstrasi di depan Kantor Satpol PP Surabaya, pada Senin (31/7/2023).
Aksi itu digelar buntut saat Satpol PP menertibkan Pedagang Kali Lima (PKL) di Jalan Ngaglik, ada salah satu PKL yang terluka di dua lututnya. Mereka membawa tiga tuntutan, salah satunya pencopotan Kasatpol PP Surabaya. (lta/iss)