Sabtu, 23 November 2024

Mahfuz Sidik: Politik Jalan Tengah Jadi Solusi Minimalkan Potensi Polarisasi Kebablasan di Pilpres 2024

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Mahfuz Sidik Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia. Foto: Faiz suarasurabaya.net

Politik jalan tengah bisa menjadi solusi bagi para calon presiden (capres) yang akan mengikuti kontestasi dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.

Hal ini untuk meminimalkan terjadinya potensi polarisasi kebablasan dan dampak berkepanjangan, seperti yang terjadi pada Pilpres 2014 dan Pilkada DKI 2017.

Pernyataan tersebut disampaikan Mahfuz Sidik Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia saat memberikan pengantar diskusi daring bertajuk ‘Politik Jalan Tengah: Menjawab Ancaman Polarisasi pada Pilpres 2024’, Rabu (26/7/2023) sore.

“Saya kira ini warning yang kita sampaikan, kita menjaga betul supaya tidak terjadi lagi polarisasi kebablasan. Karena yang mendapatkan kerugian terbesar dari pembelahan ini, bukan calon presiden, tetapi bangsa Indonesia dan masyarakat Indonesia,” kata Mahfuz Sidik.

Dalam diskusi yang dihadiri Djayadi Hanan Direktur Eksekutif Lembaga Survei Indonesia (LSI) dan Haekal Hassan Mubaligh Nasional ini, Mahfuz menegaskan, bahwa polarisasi politik ini menciptakan implikasi yang panjang.

“Jadi pemilunya sudah selesai, ternyata pembelahan di masyarakatnya nggak selesai-selesai, residunya masih panjang,” katanya.

Menurut Mahfuz, potensi polarisasi kebablasan bisa terjadi pada Pilpres yang diikuti dua atau lebih pasangan calon. Jika capres lebih dari dua, maka potensi polarisasi kebablasan terjadi pada putaran kedua.

“Masih ada benih yang kelihatannya terus disiram, sumbunya akan merebak di putaran kedua Pilpres. Itu artinya ada sekitar 100 hari, waktu yang bisa digunakan dan dikelola oleh kekuatan-kekuatan politik untuk mengarahkan kepada polarisasi kebablasan. Ini sangat mungkin terjadi,” ujarnya.

Karena itu, penting bagi pemerintah untuk membangun dan memperkuat narasi kebangsaan di tengah masyarakat, sehingga kepentingan nasional tidak dikalahkan oleh kepentingan politik praktis.

“Agustus adalah momen terbaik bagi pemerintah untuk memperkuat narasi kebangsaan dan kepentingan kolektif kita sebagai satu bangsa. Jokowi (Joko Widodo) Presiden secara khusus bisa menghighlight pesan-pesan tersebut,” katanya.

Sekjen Partai Gelora ini mengingatkan adanya pola sama yang terus berulang yang digunakan dari tahun ke tahun. Dimana mereka yang menginginkan polarisasi kebablasan akan mengolah sedemikian rupa agar menjadi sebuah isu.

“Khusus September dan Oktober biasanya akan muncul lagi isu PKI. Lalu, nanti awal tahun ada Imlek, dan secara teknis akan membawa sentimen kepada agama Khonghucu dan anti China,” katanya.

Mahfuz berharap agar lembaga pendidikan dan lembaga keagamaan memfaslitasi dialog-dialog kebangsaan dengan para capres dalam upaya meminimalkan terjadinya polarisasi kebablasan dan pembelahan di masyarakat.

“Dengan dialog ini kita berharap dapat membangun jembatan-jembatan yang baik. Kerasnya perbedaan, karena memang tidak ada jembatan, tidak ada komunikasi di tiap-tiap yang berbeda. Saya kira politik jalan tengahnya adalah memperbanyak jembatan-jembatan dari perbedaan yang ada,” pungkasnya.

Sementara itu, Djayadi Hanan Direktur Esekutif LSI mengatakan, polarisasi sebenarnya sesuatu yang sehat dan alami, karena apabila tidak ada partai politik dan capres yang berbeda, masyarakat tidak punya pilihan.

“Cuma yang harus kita hindari adalah polarisasi yang membelah. Kalau enggak saya mereka, kalau enggak mereka saya, kalau saya menang mereka kalah, kalau mereka menang, saya yang kalah. Kompetisi politik dianggap sebagai bagian dari pertarungan hidup mati, itu polarisasi yang harus kita hindari,” kata Djayadi.

Menurut Djayadi, polarisasi seperti ini dalam politik dinilai sebagai polarisasi yang tidak sehat atau pernicious severe polarization, yang dalam bahasa Indonesia disebut sebagai polarisasi kebablasan.

Polarisasi kebablasan itu membelah masyarakat menjadi dua.

“Di Indonesia sumbernya banyak, selain perbedaan ideologi, ada juga keterikatan dengan pemimpin, etnis, agama, kesenjangan ekonomi dan sebagainya yang bisa menjadi sumber polarisasi yang sifatnya kebablasan,” ungkapnya.

Namun, polarisasi kebablasan itu tidak bisa berdiri sendiri jika tidak ada political entepreneur atau wirausahawan politik yang akan menggunakan mereka, termasuk di Pilpres 2024.

“Lanskap politik Indonesia menjelang Pemilu 2024, baik itu calonnya dua atau tiga, apalagi empat, berdasarkan data perhitungan kami. Polarisasi yang sifatnya kebablasan itu tidak akan menguntungkan atau membuat menjadi faktor salah satu kandidat atau beberapa kandidat yang menggunakan untuk memenangkan pertarungan,” jelasnya.

Atas dasar itu, Direktur Eksekutif LSI ini meminta para capres yang ingin memenangi pertarungan di Pilpres 2024, sebaiknya menghindari polarisasi yang sifatnya kebablasan, demi kepentingan elektoral mereka sendiri dan kepentingan normatif kebangsaan kita ke depan.

Sedangkan Haekal Hassan Mubaligh nasional menilai pemerintah harus bertanggungjawab terhadap terjadinya polarisasi kebablasan dan pembelahan di masyarakat ini, karena rakyat tidak bisa dituntut tanggung jawab.

Pemerintah, lanjutnya, bisa membuat undang-undang yang bisa menjerat orang-orang yang melakukan polarisasi baik di internal pemerintah atau di luar pemerintahan demi kepentingan NKRI.

“Panggilan kampret itu kita tahu awalnya dari mana. Saya sempat krtik temen-teman ketika ada balasan panggilan cebong. Lalu, muncul lagi kadrun akan sampai kapan terus terjadi, kalau tidak ada tindakan yang cukup. Saya minta pemerintah juga tidak memelihara, kalau perlu buat undang-undang untuk menjeratnya. Ini demi NKRI,” kata Haekal Hasan.

Babe Haekal, sapaan akrab Haekal Hasan mengaku telah berdakwah ke 1.000 masjid sejak 2019 lalu, untuk memberikan penyadaran kepada umat mengenai bahaya polarisasi, yang bisa mengancam keuntuhan dan persatuan bangsa.

“Satu bulan saya berbicara di 90-100 titik sejak 2019, kira-kira sudah 1.000 masjid saya berdakwah, dan Alhamdulillah Tuhan kasih kesehatan kepada saya. Ini nggak ada yang nyuruh, apalagi dibayar, ini bagian dari kontribusi saya agar Indonesia tidak pecah,” tegasnya.(faz)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs