Jumat, 22 November 2024

Samanhudi Mantan Walkot Blitar Disebut JPU Dendam karena Dilaporkan Santoso ke KPK

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Samanhudi mantan Walkot Blitar waktu ditampilkan di layar sidang di Ruang Cakra PN Surabaya, Kamis (20/7/2023). Foto: Wildan suarasurabaya.net

Sidang perdana Samanhudi Anwar Mantan Wali Kota Blitar periode 2010-2018 berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Terdakwa mengaku sakit hati karena dilaporkan ke KPK oleh Santoso wakilnya saat itu, yang kini menjadi wali kota.

Pernyataan itu disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) waktu membacakan dakwaan Samanhudi.

Untuk diketahui, Samanhudi didakwa dalam kasus perampokan di Rumah Dinas Santoso Wali Kota Blitar yang terjadi 12 Desember 2022 lalu.

Sabetania Paembonan salah satu JPU mengatakan, rencana perampokan bermula waktu Samanhudi bertemu dengan terdakwa lainnya, yaitu Hermawan alias Natan Moenawar, waktu sama-sama mendekam di Lapas Sragen, sekitar Agustus 2020-an silam.

“Hermawan memperkenalkan dirinya bisa dihukum di Lapas Sragen karena terlibat beberapa perkara pencurian dan perampokan. Sementara Samanhudi selain memperkenalkan diri, dia bercerita tentang masa lalunya sebagai mantan Wali Kota Blitar dua periode,” kata Sabetania Paembonan di PN Surabaya, Kamis (20/7/2023).

Dari obrolan itulah, Samanhudi mengaku memiliki dendam dengan Santoso yang merupakan wakilnya dulu. Samanhudi mengeklaim, Santoso adalah sosok yang melaporkannya ke KPK pada 2018 silam.

“(Samanhudi) Juga menyampaikan bahwa dirinya bisa menjalani pidana di Lapas Sragen karena tindak pidana korupsi dan pascapenetapan oleh KPK, karena dilaporkan oleh saksi Santoso yang merupakan wakil wali kota saat itu. Sehingga hal tersebut membuat dirinya sakit hati,” imbuh jaksa.

Kemudian, pada pertemuan berikutnya di lokasi yang masih sama, terdakwa Samanhudi mulai membahas tentang rencana perampokan itu. Dimulai dengan membeberkan, situasi dan kondisi rumah dinas wali kota.

JPU bilang, Samanhudi mengutarakan kepada Hermawan terkait adanya uang tunai sekitar Rp800 juta hingga Rp1 miliar yang disimpan di brankas setinggi lutut, di dalam kamar rumah dinas Santoso.

Alasan Samanhudi tahu lokasi brankas tersebut, karena dia juga menyimpan uangnya di situ waktu menjadi wali kota dulu. Dia mengaku takut bila terjaring OTT KPK kalau menyimpan uangnya di kantor.

“Karena menurut terdakwa Samanhudi, apabila disimpan di kantor khawatir terkena OTT KPK,” ujar Sabetania.

JPU juga mengungkap kalau terdakwa membeberkan kondisi rumah dinas yang dihuni wali kota, istrinya dan tiga penjaga saja. Atas informasi itu, terdakwa Hermawan akhirnya tertarik dengan rencana Samanhudi.

Hermawan lalu mencari tahu apakah petugas juga dilengkapi senjata atau tidak, dan adanya pembantu yang tinggal di sana. Kemudian, terdakwa Hermawan juga diberi informasi soal jam tidur penjaga di atas 01.00 WIB dini hari.

“Pintu gerbang yang tidak dikunci gembok, serta jalur kabur dengan memanjat tembok atau gerbang lainnya,” imbuhnya.

Lalu, pada pertemuan di hari yang berbeda dengan Hermawan, Samanhudi mengaku kesal karena dipindah ke Lapas Sragen. Samanhudi menduga, pemindahan itu karena Santoso disebut ingin membatasi geraknya.

“Terdakwa Samanhudi merasa telah dipindahkan Santoso karena tidak diberi ruang . Dan tidak boleh membawa HP, supaya tidak bisa mengondisikan dan mengumpulkan simpatisannya, guna menyukseskan anaknya yang mencalonkan sebagai Wali Kota Blitar tahun 2020,” katanya.

Dari berbagai bocoran informasi soal seluk beluk rumah dinas Santoso itulah, terdakwa Hermawan langsung mengajak Ali Jayadi, Asmuri, Oki Suryadi dan Medi (DPO) untuk melancarkan aksi perampokan.

Sabetania menambahkan, akibat bocoran informasi dari Samanhudi kepada kawanan perampok itu. Santoso sebagai saksi sekaligus korban beserta istrinya merugi material berupa lima jam tangan, satu gelang emas, satu cincin emas, satu kalung emas, satu cincin merah dan uang tunai senilai Rp700 juta.

Dalam siang kali ini, JPU mendakwa Samanhudi dengan Pasal 365 ayat (2) ke 1 dan ke 2 KUHP dan juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Sementara itu Abu Achmad Sidqi Amsya Ketua Majelis Hakim menjelaskan, sidang berikutnya bakal digelar Kamis (27/7/2023) pekan depan. Pihaknya juga akan mempertimbangkan soal permohonan terdakwa yang minta dihadirkan secara langsung.

“Eksepsi kami beri waktu satu minggu. Terkait sidang offline kami putuskan pada sidang berikutnya,” tutup Hakim. (wld/bil/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs