Harga minyak jatuh lebih dari 1,5 persen setelah pertumbuhan ekonomi China yang lebih lemah dari perkiraan menimbulkan keraguan atas kekuatan permintaan di konsumen minyak terbesar kedua di dunia itu pada akhir perdagangan Selasa (18/7/2023) pagi.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus merosot 1,27 dolar AS atau 1,7 persen, menjadi menetap pada 74,15 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, dilansir Antara.
Minyak mentah Brent untuk pengiriman September tergelincir 1,37 dolar AS atau 1,7 persen, menjadi ditutup pada 78,50 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Produk Domestik Bruto (PDB) China tumbuh 6,3 persen tahun-ke-tahun pada kuartal kedua, dibandingkan dengan perkiraan para analis sebesar 7,3 persen, karena pemulihan pasca-pandemi kehilangan momentum.
“PDB datang di bawah ekspektasi, jadi tidak akan banyak meredakan kekhawatiran atas ekonomi China,” kata Warren Patterson kepala penelitian komoditas ING.
Dennis Kissler wakil presiden senior perdagangan di BOK Financial mengatakan, pembelian para hedge fund telah melambat sebagai akibat dari gagasan bahwa permintaan mungkin telah dilebih-lebihkan setelah angka yang lemah dari China.
Sebelumnya, minyak sempat naik setelah peringatan berita tentang Arab Saudi memperpanjang pengurangan produksi minyak. Peringatan tersebut kemudian dicabut karena mengulangi berita yang diterbitkan pada 4 Juni lalu.
Minyak berada di bawah tekanan ketika dimulainya kembali produksi tiga ladang Libya yang ditutup minggu lalu pada Senin (17/7/2023). Namun, produksi tersebut dihentikan karena protes terhadap kasus penculikan mantan menteri keuangan Libya.
Sementara itu, ekspor minyak Rusia dari pelabuhan barat akan turun 100.000-200.000 barel per hari (bph) bulan depan, hal itu menunjukkan bahwa Moskow memenuhi janji untuk pengurangan pasokan minyak bersama Arab Saudi.
Badan Informasi Energi menunjukkan data bahwa, produksi minyak AS diprediksi turun menjadi hampir 9,40 juta barel per hari pada Agustus. (ant/fra/iss)