Harga minyak mentah berjangka terus menguat di tengah kejatuhan dolar AS terhadap mata uang utama lainnya setelah data inflasi AS menunjukkan suku bunga di ekonomi terbesar dunia itu mendekati puncaknya, pada akhir perdagangan Kamis (13/7/2023) waktu setempat.
Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Agustus 2023 terangkat 1,14 dolar AS atau 1,50 persen, menjadi menetap di 76,89 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Kemudian minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman September 2023, meningkat 1,25 dolar AS atau 1,56 persen, menjadi ditutup pada 81,36 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Menurut John Kilduff partner Again Capital LLC, data inflasi AS terbaru menyebabkan indeks dolar AS turun ke level terendah sejak April 2022 lalu, yang kemudian menyebabkan kenaikan harga minyak, dilansir Antara.
Indeks dolar AS terlihat turun sekitar 0,75 persen pada Kamis (13/7/2023) menyusul kemerosotan pada hari sebelumnya hingga 1,2 persen pada Rabu (12/7/2023).
Phil Flynn seorang analis Price Futures Group mengutarakan, kekhawatirannya bahwa Federal Reserve akan menaikkan suku bunga akan menimbulkan hambatan bagi minyak.
“Kami mengalami angka inflasi yang sangat rendah hari ini,” ujarnya.
Sampai saat ini, pasar memperkirakan hanya ada satu kenaikan suku bunga lagi. Hal tersebut dikarenakan, suku bunga yang lebih tinggi dapat memperlambat pertumbuhan ekonomi dan mengurangi permintaan minyak.
Organisasi negara-negara pengekspor minyak bumi (OPEC) merevisi perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global pada tahun 2023 sekitar 100.000 barel per hari, terutama karena permintaan yang lebih tinggi dari China pada kuartal kedua, pada Kamis (13/7/2023).
Namun, Badan Energi Internasional (IEA), di hari yang sama, menurunkan perkiraan pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun 2023 sebesar 220.000 barel per hari berdasarkan hambatan ekonomi makro yang terus-menerus.
“Harga minyak bumi naik sekitar 12 persen dalam dua minggu, terutama didukung perpanjangan pemotongan produksi 1 juta barel per hari oleh Saudi hingga akhir Agustus, di samping pengurangan ekspor Rusia 500.000 barel per hari,” kata Craig Erlam analis pasar senior di OANDA. (ant/fra/ham)