Ribuan aset milik Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dipastikan terdata dan terus diupayakan optimalisasinya oleh pemkot setempat, melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD).
Hal tersebut, dipastikan Syamsul Hariadi Kepala Bagian Administrasi Pembangunan (Kaban) BPKAD Kota Surabaya saat mengudara di program Semanggi Suroboyo, Jumat (14/7/2023).
Aset-aset yang dimaksud berupa tanah, bangunan yang disewakan, fasilitas umum seperti transportasi, kemudian mesin, peralatan, jaringan irigasi, jalan dan sebagainya.
Menurutnya, kalau aset-aset tersebut dimanfaatkan dengan baik, tentu bisa juga menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) untuk membangun Surabaya dan mensejahterakan masyarakatnya.
“Kalau menurut catatan kami itu, dari retribusi sewa-sewa dan lain sebagainya dari pemanfaatan ini, kita bisa menyumbang sekitar 10 persen lah dari PAD Kota Surabaya. Padahal ini masih banyak yang tidur asetnya. Makanya kita upayakan terus karena kalo bangun semua aset (dimanfaatkan) dan retribusi bertambah, bisa untuk membangun kota dan tentu bermanfaat untuk warganya,” ujar Syamsul.
Selain aset bangunan yang disewakan untuk perkantoran, lanjutnya, bisa juga dipakai untuk program padat karya sesuai program Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya. Dari pemanfaatan itulah, aset-aset tersebut turut menyumbang untuk PAD.
Namun, Syahrul tak menampik ada banyak aset tidak aktif. Kebanyakan karena izin pemakaian tanah (IPT/surat hijau) yang belum diperbarui berjumlah sekitar 1000 lebih, hingga ada aset yang masih dalam proses sengketa dengan pihak lain, jumlahnya sekitar 32.
“Itu pun sudah kita minta pendampingan dari kejaksaan, sehingga bisa diselesaikan. Ending-nya aset itu selain bisa lepas, bisa juga kita miliki (kembali jadi milik pemkot), dan ini kita upayakan pakai jalan pertama yaitu mediasi. Kalau mediasi tidak bisa karena kita negara hukum, silahkan tempuh jalur hukum sampai ke Mahkamah Agung,” jelasnya.
Pihaknya juga merekap total aset-aset milik Pemkot Surabaya berupa lahan/tanah kosong yang belum dimanfaatkan, baik di dalam wilayah maupun luar kota, sejumlah 598 lokasi. Lahan-lahan itu tidak ada sengketa, sebagian ada yang sudah tercatat maupun masih proses sertifikasi.
“Inilah nanti yang mungkin jadi tantangan kita untuk menambah PAD. Dan ini lokasinya masih bisa bertambah lagi karena kita terus jalan proses identifikasinya,” sambungnya.
Syahrul juga memastikan seluruh aset sudah diusulkan semuanya ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Namun, diakui ada kendala teknis seperti dobel pencatatan hingga sengketa.
“Jadi kita harus selesaikan satu-satu, dan kita selalu koordinasi dengan BPN, jadi proses terus. Bukan berarti diem, kalau diteriaki pak Wali Kota tambah gawat, apalagi kalau teriaknya ke KPK, bisa-bisa dipanggil semua,” katanya.
Ikut menjelaskan, Hotlan Marbun Kepala Bidang Penanganan Penyelesaian Sengketa Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah Kota Surabaya menyebut, berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 27 Tahun 2014 dan Permendagri No.19 Tahun 2016 aset pemkot dibagi dua.
Pertama, aset yang dibeli dengan APBD. Kedua, aset yang diperoleh secara sah, seperti lahan yang dulunya milik desa diberi ke pemkot setelah ada perubahan menjadi kelurahan. Maupun, pelimpahan kewenangan aset yang dulunya milik pemerintah provinsi, diserahkan ke pemkot.
“Sehingga asetnya Pemerintah Kota Surabaya ini banyak, kalo kita total secara register (yang terdaftar) ada 8.452 aset. Berupa jalan saluran dan diluar jalan saluran seperti tanah, bangunan, dan sebagainya, jumlahnya sendiri sekitar 4.058 persil,” papar Hotlan yang juga hadir dalam program Semanggi Suroboyo.
Besarnya jumlah aset itu, kata dia, selain jadi peluang juga tantangan. Hal ini dikarenakan semakin tingginya pertumbuhan penduduk suatu daerah, maka kepentingan dan kebutuhan tanah jadi lebih tinggi.
Untuk itu, perlu ada tiga jenis upaya pengamanan aset sesuai diatur dalam regulasi Pengelolaan Barang Milik Daerah. Pertama, pengaman administrasi dengan dicatatkan dalam daftar aset. Kedua, pengamanan secara fisik dengan memasang papan, patok dan pagar pada aset.
“Pengamanan ketiga adalah pengamanan hukum atau sertifikasi. Ini yang menjadi tantangan tidak hanya Pemkot Surabaya tapi semua daerah, dan kami sadar tidak bisa sendirian mengamankan aset yang katanya bisa berfungsi pemberdayaan ekonomi,” jelasnya.
Menurutnya, hal tersebut jadi tantangan lantaran aset pemerintah tidak selamanya aman, karena banyaknya kasus penggugatan akhir-akhir ini.
“Contohnya ada kasus makam digugat orang/badan hukum, karena yang bersangkutan menganggap tanah makam itu milik dia, padahal pemkot dapat dari fasum oleh pengembang. Jalan juga pernah digugat karena dianggap belum dibebaskan, kantor kelurahan sampai sekolah juga. Karenanya, pengamanan itu untuk meminimalisir, sehingga kalau ada proses hukum, kita lebih yakin ketika membuktikan hak,” ujarnya.
Dia menjelaskan, dalam pengamanan aset pemerintah tidak hanya dibantu kejaksaan dan kepolisian, namun juga masyarakat untuk pengawasan.
“Karena kalau orang melihat tanah kosong, mungkin bisa berpikir ‘ini tanah ga ada yang punya’. Pengamanan terbaik adalah aset tersebut bisa dimanfaatkan. Jadi ini untuk kepentingan masyarakat Surabaya sehingga harus ikut dilibatkan,” pungkasnya. (bil/faz)