Sabtu, 23 November 2024

Pengamat Politik Ingatkan Bakal Capres 2024 Sentuh Isu-isu Anak Muda

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi Pemilihan Presiden 2024. Foto: Grafis suarasurabaya.net

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah merilis Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Dari 204,8 juta pemilih yang masuk DPT, sebanyak 56,45 persen di antaranya merupakan pemilih muda yang berasal dari Generasi Milenial dan Gen Z.

Berdasarkan data yang dirilis KPU pada 2 Juli lalu, total pemilih dari Generasi Milenial dan Gen Z yang masuk ke DPT mencapai 115 juta pemilih atau 56,45 persen dari total keseluruhan pemilih.

Dengan jumlah yang sangat banyak, partai politik (parpol) serta bakal calon presiden (capres) seharusnya memainkan isu-isu yang dekat dengan anak muda dalam kampanyenya.

“Saya belum melihat nama-nama bakal capres seperti Ganjar Pranowo, Prabowo, dan Anies Basbewan masuk ke isu ke anak muda. Daripada bicara soal silaturahmi dan elektabilitas, lebih baik membahas isu yang diinginkan anak muda,” kata Dimas Dky Nugroho pengamat politik dari Akar Rumput Strategic Consulting (ARSC) dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya pada Rabu (12/7/2023).

Menurut Dimas, para pemilih muda cenderung menyoroti berbagai macam isu sosial yang dikemas dengan cara mereka. Contoh kasusnya ada di Lampung beberapa waktu lalu.

Selain masalah sosial, para pemilih muda juga menyorot hal-hal lain seperti pelayanan publik yang kerap dikeluhkan masyarakat, kesenjangan sosial, hingga lapangan kerja.

“Ekonomi, kesenjangan sosial, dan hal-hal yang menjadi keluhan publik yang ditangkap oleh anak muda sebagai sesuatu yang besar. Tapi, kemunculannya harus berbentuk yang fun. Contohnya di Lampung,” terang founder Perkumpulan Kader Bangsa itu.

Bakal calon presiden atau calon anggota legislatif bisa meniru fenomena di Thailand beberapa waktu lalu. Di sana, ada sosok Pita Limjaroenrat yang baru berusia 42 tahun yang menjadi kandidat terkuat perdana menteri.

Selain Thailand, fenomena poitik di Korea Selatan juga disinggung Dimas. Bagaimana Yoon Suk Yeol yang sudah berusia 62 tahun, berhasil terpilih sebagai presiden setelah menggulirkan isu yang dekat dengan anak muda.

“Kandidat di Pemilu 2024 harus ada yang mewakili dan menunjukkan representasi dari anak muda. Walau tidak harus secara usia, paling tidak ada calon presiden atau legislatif yang akan maju harus memahami isu tentang anak muda,” harapnya.

Lebih lanjut, Dimas mengimbau parpol atau bakal capres tidak lagi menggaungkan isu politik identitas dalam kampanyenya. Karena, materi itu sudah usang serta tidak ampuh untuk menggaet minat pemilih muda.

Para pemilih muda, kata Dimas, belajar banyak dari Pilkada DKI Jakarta 2017 dan Pemilu 2019. Kedua agenda politik tersebut membuat mereka tersadar kalau politik identitas itu keliru dan tidak relevan dengan isu mereka.

“Meski sekaranf masih ada sentimen soal politik identitas, tapi Gen Z mengarahkannya ke isu yang lebih penting. Seperti sosial ekonomi hingga lapangan kerja,” terangnya.

Selain tidak lagi menggubris politik identitas, Dimas menyebut para pemilih muda menginginkan seuatu yang beda tapi keren.

“Sekarang tidak bisa mendekati anak muda dengan gimmick di media sosial atau dengan joget-joget di TikTok,” terangnya.

Dimas tidak menampik para pemilih muda kurang mendapatkan pendidikan politik di pendidikan formalnya. Namun, mereka bisa memperolehnya dari media sosial.

“Media sosial membuat mereka menjadi quick learner. Adanya media sosial membuat konten pro dan kontra bisa muncul dalam hitungan detik. Ini membuat anak muda kita terpapar dan cepat mendalami,” sambungnya.

Dimas berharap anak-anak muda di Indonesia aktif terlibat dan berpartisipasi dalam proses politik untuk menentukan nasib lima tahun ke depan serta kesejahteraan seluruh rakyat.(saf/rid)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
26o
Kurs