Senin, 25 November 2024

Komisi C Minta Pemkot Surabaya Prioritaskan Anggaran untuk Atasi Kemacetan

Laporan oleh Ika Suryani Syarief
Bagikan
Aning Rahmawati Wakil Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya, Jumat (6/1/2023). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Komisi C DPRD Surabaya berharap Pemerintah Kota Surabaya kembali memprioritaskan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk pembangunan transportasi publik, sekaligus penanggulangan kemacetan.

Aning Rahmawati Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya meminta pemkot meningkatkan alokasi APBD untuk transportasi publik yang saat ini masih 0,7 persen, minimal menjadi 5 persen.

“Pertumbuhan ekonomi Kota Surabaya di atas pusat dan penyumbang terbesarnya adalah perdagangan dan jasa. Sehingga transportasi yang nyaman, aman, dan ekonomis menjadi urat nadi ekonomi Kota Surabaya,” kata dalam program Wawasan di Radio Suara Surabaya, Selasa (11/7/2023).

Penanganan kemacetan di Surabaya sebagai kota metropolis, kata Aning, memerlukan dua hal. Di samping milestone transportasi, juga sarana dan prasarana jalan, maupun sarana dan prasarana terkait. Salah satunya radial road yang sekarang sedang dalam proses pembebasan lahan.

“Kemarin pada waktu kami memanggil Dinas Perhubungan, mereka masih menghitung dari sisi anggaran. Karena kalau kita berbicara tentang sarana prasarana, selain pembebasan lahan, juga pembangunan,” ujarnya.

Aning merinci kebutuhan alokasi anggaran untuk menangani kemacetan di sejumlah titik di Surabaya. Penanganan kemacetan di Surabaya Selatan, yaitu Jalan Ahmad Yani-simpang Dolog, Siwalankerto-Waru, dan Wonokromo saat ini menjadi prioritas pemerintah kota karena tidak terlalu banyak menghabiskan anggaran. Tinggal menunggu hitungan volume kendaraan dan parkir dari Dinas Perhubungan untuk peningkatan kapasitas jalan dan diameter simpang.

Kemudian untuk penanganan kemacetan di Surabaya Timur, yaitu simpang Kedung Baruk dan Kertajaya dengan Jalan Ir. Soekarno, tidak menambah anggaran karena Dinas Lingkungan Hidup tinggal memangkas taman, melebarkan badan jalan menjadi tiga lajur.

Penentuan prioritas penanganan kemacetan berdasarkan anggaran, kata Aning, karena anggaran untuk infrastruktur pembangunan berada di prioritas ketiga setelah kesehatan dan pendidikan. Hal ini membuat DPRD benar-benar menghitung agar penanganan kemacetan anggarannya efektif.

“Jalan di daerah Stikom atau Universitas Dinamika permukaannya naik, sehingga pengguna jalan juga harus sedikit melambatkan kendaraannya. Rekomendasi dari Dinas Perhubungan supaya jalan itu dilandaikan. Cuma kalau itu kan butuh banyak anggaran, sehingga diambil keputusan untuk memangkas taman, dikembalikan menjadi tiga lajur,” ujarnya.

“Saya kira itu ditambah rekayasa lalu lintas yang simultan, sudah sangat cukup untuk mengurangi kemacetan. Barangkali kendaraan yang dari Stikom atau Wonorejo itu kan banyak, bisa langsung ke kanan. Kalau harus berputar, menyebabkan kemacetan juga di U-turn,” tambahnya.

Sementara untuk kemacetan di simpang Putro Agung-Kenjeran-Suramadu, dapat diatasi dengan rekayasa lalu lintas mengatur jam melintas kendaraan.

Bergeser ke Surabaya Barat, kemacetan di Jalan Raya Lontar, karena volume lalu lintas yang tinggi pada jam sibuk. Untuk mengatasi ini, ada beberapa titik yang badan jalannya perlu diperluas, seperti di simpang Jalan Menganti, Babatan, dan Lidah.

Komisi C bersama Komisi B kini sedang membahas tentang penyerahan prasarana sarana utilitas (PSU) oleh pengembang. “Kami melihat semua PSU yang belum diserahkan. Salah satunya radial road. Pembangunan jalan yang termasuk pendukung Jalur Lingkar Luar Barat (JLLB) ini, kata Aning, akan dituntaskan di tahun 2023 dan 2024, multiyears 2 tahun. Tahun ini sudah dianggarkan Rp40 miliar, nanti di 2024 antara Rp90 miliar sampai dengan Rp100 miliar.

Landasan hukumnya, Perda Nomor 7 Tahun 2010, diprakirakan selesai direvisi dalam 1-2 bulan ke depan. “Raperda kami kupas betul, kami kuatkan betul, sehingga ke depan untuk proses peningkatan kapasitas jalan ini betul-betul bisa kami komunikasikan dengan pengembang yang ada di area sekitar.

Aning menyebut masih ada seratusan pengembang yang masih harus menyerahkan PSU, termasuk Ciputra di area Surabaya Barat.

Dengan pembaruan Perda tersebut, pengembang bisa menambahkan kekurangan PSU di lokasi lain. “Jadi misalnya ada pengembang yang ternyata dalam proses terima PSU, setelah diukur, kurang sesuai dengan ketentuan. Harusnya 40 persen, tapi masih 30 persen dan di lokasi pengembang itu membangun sudah tidak ada lagi lahan yang bisa diserahkan, bisa dikompensasi di tempat yang lain,” tuturnya. (iss/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
33o
Kurs