Sukamta Anggota Komisi I DPR RI menyayangkan terjadinya lagi kebocoran data pribadi masyarakat. Kali ini, sebanyak 34 juta data Paspor Warga Negara Indonesia dibobol dan diperjualbelikan.
Data itu terdiri dari nomor paspor, Nomor Induk Keimigrasian, tanggal pembuatan, tanggal kedaluwarsa, tanggal lahir, jenis kelamin hingga pemutakhiran.
“Kejadian bobolnya data-data pribadi rakyat Indonesia terus berulang dan seperti tidak ada pencegahan dan tindakan hukum yang bisa mencegah kejadian berulang. Kali ini, data Paspor Penduduk Indonesia dibobol dan dijual oleh Bjorka. Sebanyak 34.900.867 nama pengguna paspor dibandrol 10 ribu Dollar AS atau sekitar Rp150 juta,” ujarnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (7/7/2023).
Sebelumnya, pembobolan data oleh hacker Bjorka mulai dari data 35 juta pengguna MyIndihome, 19 juta data peserta BPJS Ketenagakerjaan, kemudian data dari Aplikasi Peduli Lindungi.
Lalu, ada 45 juta data pengguna aplikasi MyPertamina, 105 juta data pemilih dari server Komisi Pemilihan Umum (KPU), 679 ribu surat yang dikirim kementerian/lembaga kepada Joko Widodo Presiden, 1,3 miliar data SIM Card, dan browsing history dari 26 juta pengguna Indihome.
Kebocoran data yang sering terjadi, menurut legislator dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu membuat kepercayaan masyarakat kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) makin berkurang.
“Bobolnya data paspor sangat mencoreng Pemerintah Indonesia karena Server Imigrasi ada di Pusat Data Nasional yang dikelola Kemenkominfo,” imbuhnya.
Dia menilai aturan yang sekarang diberlakukan pemerintah masih banyak celah buat pelaku kejahatan siber. Sedangkan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (PDP) baru berlaku November 2024.
Sementara, Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat, serta Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) jarang dipakai untuk menindak tegas kasus yang berhubungan dengan kejahatan dunia digital.
“Kalau ada data pribadi bobol, pemilik data adalah pihak yang paling dirugikan. Di sisi lain, pengelola data terkesan membiarkan kejadian itu berulang karena ketidakmampuannya mencegah,” katanya.
Prihatin atas kondisi tersebut, anggota dewan dari Daerah Istimewa Yogyakarta itu mendorong supaya Kemenkominfo membuat peraturan darurat sebelum berlakunya UU PDP.
Selain mencegah dan jadi dasar hukum penindakan kasus kebocoran data, peraturan darurat bertujuan mendorong pengelola data menyiapkan sistem serta infrastruktur yang mumpuni.(rid/iss)