Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Pencegahan Genosida dan Tanggung Jawab untuk Melindungi (UNOGPRP), meluncurkan dokumen kebijakan baru untuk melawan dan mengatasi ujaran kebencian (hate speech) daring pada Rabu (5/7/2023).
Melansir Antara, dokumen kebijakan yang berjudul “Melawan dan Mengatasi Ujaran Kebencian Daring: Panduan bagi Pembuat Kebijakan dan Praktisi” itu disusun oleh UNOGPRP bersama Proyek Hak Asasi Manusia, Mahadata, dan Teknologi Dewan Riset Ekonomi dan Sosial di Universitas Essex.
“Kami telah melihat di seluruh dunia, dan sepanjang rentang waktu, bagaimana media sosial telah menjadi kendaraan utama untuk menyebarkan ujaran kebencian dengan kecepatan yang belum pernah terjadi sebelumnya, mengancam kebebasan berekspresi dan perdebatan publik yang berkembang,” ujar Alice Wairimu Nderitu Penasihat Khusus Sekretaris Jenderal PBB tentang Pencegahan Genosida.
“Kami menyaksikan bagaimana para pelaku dalam insiden kekerasan berbasis identitas menggunakan kebencian daring untuk menargetkan, mendehumanisasi, dan menyerang pihak lain, yang banyak dari mereka bahkan sudah sangat termarjinalkan dalam masyarakat, termasuk kelompok etnis, agama, bangsa, atau ras minoritas, pengungsi dan migran, perempuan dan orang-orang dengan beragam orientasi seksual, identitas gender, ekspresi gender, dan karakteristik seksual,” jabar Nderitu.
Dokumen kebijakan tersebut disusun berdasarkan sejumlah inisiatif sebelumnya, termasuk Strategi dan Rencana Aksi PBB tentang Ujaran Kebencian, yang berupaya meningkatkan respons PBB terhadap penyebaran dan dampak ujaran kebencian di seluruh dunia.
Strategi tersebut membuat komitmen tegas untuk meningkatkan tindakan terkoordinasi guna mengatasi ujaran kebencian, baik di tingkat global maupun nasional.
Termasuk penggunaan teknologi baru dan keterlibatan dengan media sosial untuk mengatasi ujaran kebencian daring dan mempromosikan narasi positif.
“Teknologi digital dan media sosial memainkan peran krusial untuk mengatasi ujaran kebencian, melalui penjangkauan, peningkatan kesadaran, penyediaan akses terhadap informasi, dan edukasi,” ungkapnya.
Peluncuran terbaru itu menjadi puncak dari konsultasi para pakar selama tiga tahun yang dimulai pada 2020, dengan tiga diskusi meja bundar bersama perusahaan teknologi dan media sosial.
Fokusnya pada peran dan tanggung jawab mereka dalam menangani ujaran kebencian di platform mereka. Ini sejalan dengan norma dan standar hak asasi manusia, sesuai dengan Strategi dan Rencana Aksi PBB tentang Ujaran Kebencian.
Diskusi-diskusi tersebut juga melibatkan Kelompok Kerja PBB tentang Ujaran Kebencian, serta para pakar dan praktisi di bidang ini, termasuk dari masyarakat sipil, kata rilis tersebut. (ant/dvn/faz)