Survei Growth & Scale Talent Playbook yang dirilis oleh Alpha JWC Ventures baru-baru ini mengungkapkan adanya tren karyawan di perusahaan rintisan atau startup mempertimangkan untuk resign (keluar) dari perusahaan.
Survei yang mengambil sebanyak 600 responden dari enam negara di Asia Tenggara itu, menyebutkan jumlah karyawan yang mempertimbangkan untuk mengajukan resign mencapai 91 persen!
Faktornya tidak melulu soal kompensasi yang dinilai tidak sesuai, ketidaksesuaian visi misi dan budaya perusahaan juga jadi alasan para pekerja itu mempertimbangkan pengunduran diri.
Menurut Laij Victor Effendi Dosen Manajemen Bisnis Universitas Ciputra (UC) Surabaya, untuk mempertahankan karyawan atau orang-orang terbaik perusahaan dari tren ini, pimpinan/HRD memang tidak boleh melulu pakai strategi memberi kenaikan gaji.
Harus ada cara baru terutama kalau menyangkut soal kenyamanan pegawai. Apalagi seiring perkembangan zaman, banyak dari pekerja yang melek teknologi berasal dari generasi Y (milenial) dan Z, yang karakternya tidak hanya memandang gaji sebagai jaminan bertahan di suatu perusahaan.
“Ini adalah generasi-generasi muda yang kita hadapi, memang selain gaji mereka juga ada pertimbangan lain seperti apakah memberi impact (dampak) ke perusahaan, apakah bisa bertumbuh dan semakin menguasai bidangnya. Belum lagi kalau kita lihat mereka generasi yang terbiasa dengan teknologi, yang artinya kadang merasa lebih nyaman kalau kerjanya base on teknologi (seperti WFH dan sebagainya). Meskipun diharuskan untuk kerja secara konvensional (wajib hadir ke kantor) mereka terkadang merasa bahwa itu bukan hal yang efisien dan menganggap ini bukan gue banget,” kata Victor saat mengudara di program Wawasan Suara Surabaya, Senin (3/7/2023).
Maka dari itu, perusahaan juga harus membentuk behaviour yang lebih modern dan sesuai dengan karakter generasi baru ini. Menurut Victor yang juga menjabat Wakil Rektor II UC Surabaya itu, kedepan HRD/pimpinan perusahaan harus memegang lima prinsip dalam rekrutmen atau dalam mentreatmen karyawannya.
Pertama yaitu “Tujuan”, artinya karyawan yang bergabung dengan perusahaan harus punya arti untuk kedepan bisa memberi kontribusi. Kemudian yang kedua “Tumbuh”, baik secara skill para karyawan harus dilatih untuk bisa mengambil keputusan dan resiko.
“Ketiga, ‘Teknologi’ bahwa mereka harus belajar tentang itu. Jangan dilarang kerja pakai handphone dan sebagainya, karena dari awal generasi yang muda-muda ini sudah terbiasa pakai handphone. Kita juga tidak boleh anti dengan teknologi ini,” jelansya.
Keempat, “Budaya”. Menurut Victor, memberikan pemahaman soal kekurangan dan kelebihan harus dilakukan oleh perusahaan. Selain itu penting juga budaya memberikan apresiasi atas prestasi karyawan dalam meraih sesuatu untuk perusahaan.
“Dan kelima, “Balance (imbang)” ada waktu dimana mereka work hard atau kerja keras, dan tentu harus play hard atau mereka ini bisa menikmati hasilnya,” tuturnya.
Sementara untuk karyawan, kata Victor, unsur paling penting yang harus dimiliki tentu seimbang antara skill dan atitude (kemampuan dan sikap).
“Sebetulnya harus balance yah sekali lagi. Jadi jangan sampai kita punya attitude tapi tidak punya skill. Atau sebaliknya, punya skill tapi tidak punya attitude, bisa digantikan kita akhirnya dengan teknologi,” pungkasnya. (bil/rst)