Jumat, 22 November 2024

Hindari Potensi Keracunan, Ahli Gizi Sarankan Daging Sapi dan Kambing Diolah Terpisah

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Korban keracunan dirawat di ruang gawat darurat Puskesmas Tanah Kali Kedinding masih lemas, Sabtu (1/7/2023). Foto: Meilita suarasurabaya.net

Mengolah daging kambing dan sapi secara bersamaan dalam satu menu bisa berpotensi keracunan. Sebab perbedaan kualitas yang seharusnya butuh penanganan berbeda pula.

Annis Catur Adi Ahli Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (Unair) menyebut, sebenarnya komposisi daging sapi dan kambing hampir sama. Hanya perbedaan lemak dan aroma yang nampak jelas.

Kondisi itu, menurutnya, tidak menimbulkan masalah jika daging sapi dan kambing diolah bersamaan. Namun, potensi keracunan bisa muncul, jika salah satu kondisi daging mengalami penurunan kualitas.

“Salah satu itu dagingnya agak rusak. Karena daging itu kan protein tinggi, mudah busuk. Barangkali pas disembelih antara sapi dan kambing berbeda waktu yang jauh. Jadi penanganannya berbeda. Jadi kalau sudah lebih dari enam jam, sudah sangat berbeda (kualitas daging). Jadi cenderung busuk. Apalagi kalau penanganan tidak higienis akan mempercepat pembusukan protein, cirinya baunya gak sedap,” beber Annis dihubungi suarasurabaya.net pada Sabtu (1/7/2023).

Annis menambahkan, penurunan kualitas pada daging kambing lebih cepat daripada sapi. Bahkan penurunannya busa di bawah enam jam.

“Daging kambing jauh lebih cepat pembusukan. Kalau kambing paling tidak lewat enam jam. (Kalau) sepuluh jam pasti rusak,” imbuhnya.

Faktor percepatan pembusukan juga dipengaruhi oleh perlakuan daging kambing saat penyembelihan hingga pemotongan yang kurang higienis.

“Saat penyembelihan seringkali pemotongan kurang higienis. Kadang masih ada cairan, kemudian habis disembelih tidak ditaruh tempat bagus sehingga menyebabkan kerusakan lebih cepat,” terangnya.

Saat momen Iduladha, sambungnya, kebanyakan orang menyembelih hewan kambing terlebih dahulu. Namun pendistribusiannya dibarengkan dengan sapi. Sehingga ada jeda waktu lama menunggu yang berpotensi menurunkan kualitas daging kambing.

Kualitas yang berbeda itu, lanjut Annis, seharusnya memengaruhi bentuk penanganan masing-masing. “Menurut saya, bukan karena dicampur dagingnya. Tapi salah satunya kondisinya sudah tidak baik (sapi ataupun kambing),” tambahnya.

Padahal jika ditangani terpisah, daging kambing yang mengalami penurunan kualitas lebih cepat, tetap bisa dikonsumsi selama kondisinya belum terlalu buruk dan penanganan tepat.

“Bisa dipanaskan 80 derajat dengan waktu yang cukup. Kalau kondisinya tidak parah, bisa dikonsumsi. Cirinya tidak bau, masih kenyal, dicubit masih kembali, dan warnanya tidak pucat. Cuci bersih dahulu beberapa kali kemudian panaskan sempurna,” jabar Annis.

Sementara daging sapi, menurut Annis, akan bisa lebih awet dibanding kambing. Sehingga tidak berpotensi jadi tempat perkembangan mikroba dengan cepat.

“Karena sapi lebih keset, jadi mikroba tidak cepat berkembang. Kalau kambing lebih lembek, jadi kalau buat sate lebih mudah,” tambahnya.

Annis menyarankan, dengan adanya perbedaan kualitas, sebaiknya daging sapi dan kambing diolah serta ditangani terpisah. Jika memaksa tetap diolah bersamaan, bisa berdampak buruk terhadap kesehatan. Salah satunya keracunan.

“Yang satu kualitasnya lebih baik yang satu kurang bagus, terus dicampur. Jadi timbulnya keracunan,” tandasnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, 71 warga Kalilom Lor Gang Seruni II Kali Kedinding, Kenjeran, Surabaya keracunan massal diduga usai menyantap olahan daging kurban. (lta/saf/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs