Dzaki Wardana, warga negara Indonesia, menaklukkan tantangan Trans Am Bike Race (TABR) dengan berhasil masuk 5 besar, pada sebuah event ultra cycling dengan rute 6.720 km dari ujung barat ke ujung timur Amerika Serikat.
Dzaki menutaskan tantangan itu dalam waktu 20 hari, 18 jam, dan 15 menit. Sehari rata-rata ia menggowes sejauh 323 km, dengan kecepatan rata-rata 23,1 km per jam dan elevation gain 30.471 meter. Kemudian, dia berhasil finis di posisi kelima dari total 46 peserta.
Dzaki memulai perjalanan dari titik start di Astoria, Oregon pada Sabtu (4/6/2023). Perjalanan terus berlanjut, hingga hari terakhir sampai pada Lexington, dengan berhasil menempuh 445 km menuju Yorktown, Virginia Minggu (25/6/2023) dini hari.
Sepanjang perjalanannya, kata Dzaki, ditemukan beberapa masalah seperti kenyamanan dirinya hingga cuaca yang tak menentu.
“Sempat ada masalah, pantat sakit sekali. coba ganti bibs,” katanya.
Saat sampai di titik finis, ia sempat menangis menceritakan pengalamannya selama mengikuti TABR. Dzaki mengaku, cobaan di jalan hampir tiap hari ia temui.
“Saya tidak ada hentinya nangis. Tidak kuat sebenarnya, tapi karena ingat misinya membawa bendera merah putih untuk finis, ya saya kuat-kuatin dan akhirnya bisa tercapai,” ujarnya.
Perjalanan Dzaki di TABR memang penuh dengan tantangan, bahkan ia mengaku nyaris mati ketika tak kuat menahan cuaca ekstrem saat menanjak di pegunungan di Colorado, karena pada saat itu kondisi cuaca sedang hujan es.
Sejak awal, cyclist asal Tangerang itu memang mengaku, kesulitan terbesar dalam mengikuti TABR adalah cuaca. Tidak mudah bagi orang dari negara tropis mengikuti event ultra cycling dengan cuaca dingin yang ekstrem.
Tak hanya itu, perbedaan kultur juga Dzaki rasakan. Ujian ketahanan mengikuti event ultra cycling di Indonesia dan di luar negeri jauh berbeda. Cyclist Indonesia yang mengikuti event ultra cycling di luar negeri harus pandai mengatur strategi perbekalan. Sebab tidak seperti di Indonesia yang di sepanjang rute terdapat warung atau swalayan, mengutip dari mainsepeda.com.
“Cobaanya ngeri sekali, saya merasa kecil di sini. Semua karena Allah saya bisa finis dan membawa nama Indonesia, menjadi salah satu finisher di acara paling sulit di dunia ultra cycling ini,” ungkapnya.
Beruntung Dazki tak sendiri. Selama menjalani tantangan “menaklukkan Amerika”, dia banyak disupport para warga negara Indonesia (WNI) dan juga sejumlah perwakilan dari KBRI Washington di Amerika Serikat.
Bahkan dukungan itu mengalir sejak Dzaki mendarat di Amerika Serikat, awal Juni lalu. Tak hanya disambut, para WNI di Seattle membantu menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan Dzaki. Mulai dari mencari rute pemanasan, mencari peralatan tambahan, hingga mengurus barang-barang Dzaki yang ditinggal di Seattle, sebelum memulai perjalanannya di TABR.
“Rencana nanti saya akan bawa mas Dzaki tinggal di rumah saya sampai saat harus meninggalkan DC. Saya dengar Dubes RI Pak Rosan Roeslani juga akan menemui Mas Dzaki. Warga Indonesia yang aktif bersepeda di sini juga ingin mengadakan semacam meet and greet,” ujar Ratna, salah satu WNI.
Dengan keberhasilannya, Dzaki bukan lagi orang Indonesia pertama yang menjajal TABR, melainkan ia orang Indonesia pertama yang berhasil finis 5 besar di TABR. (fra/iss)