Jumat, 22 November 2024

Pertamina: Kelangkaan Berulang BBM dan LPG Subsidi Perlu Pengawasan Lintas Pihak

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Ahad Rahedi Area Manager Communication Relation dan CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus, Jumat (23/6/2023). Foto: Meilita suarasurabaya.net

PT Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus menyebut kelangkaan berulang produk Bahan Bakar Minyak (BBM) hingga LPG 3 Kg subsidi perlu solusi beragam stakeholder.

Ahad Rahedi Area Manager Communication Relation dan CSR PT Pertamina Patra Niaga Regional Jatimbalinus memastikan, pengawalan stok hingga tahap distribusi paling akhir. SPBU milik Pertamina bagi penyaluran BBM, serta pangkalan resmi untuk produk LPG 3 Kg.

“Kelangkaan bukan berarti tidak ada barang. Tapi, ada kebutuhan suatu barang di waktu bersamaan. Masyarakat antre beli barang yang sama. Kelangkaan itu di level pengecer atau pangkalan? Karena kalau pangkalan tidak mungkin. Karena sudah diestimasi kan kebutuhan. Tapi kalau pengecer itu yang perlu kita sikapi bersama,” kata Ahad, saat dikunjungi tim Suara Surabaya Media di PT Pertamina Fuel Terminal Malang, Jumat (23/6/2023).

Menurutnya, pengecer sudah bukan lagi tahap yang dikawal Pertamina. Mayoritas kasus kelangkaan ditingkat itu, sambungnya, karena peran oknum yang tidak bertanggungjawab.

“Harapannya barang subsidi yang BBM atau LPG ini supaya tepat sasaran,” terangnya.

Ahad menyebut, terdapat 39.913 pangkalam resmi di Jawa Timur, termasuk Surabaya sebanyak 2.065 pangkalan resmi.

Sementara soal kelangkaan BBM, Ahad merinci ada beberapa tipe SPBU, COCO (Company Operation Company Owner) artinya SPBU dimiliki dan dikelola Pertamina, CODO (Company Operation Dealer Owner) artinya SPBU dimiliki swasta tapi bekerjasama dengan Pertamina, dan DODO (Dealer Operation Dealer Owner) artinya murni milik swasta.

Dia juga menegaskan bahwa, bagi yang dikelola dan milik Pertamina, dipastikan tidak akan ada keterlambatan distribusi.

“Setiap mobil tangki terkoneksi dengan GPS, termasuk jumlah ketersediaan atau stok di SPBU, terkoneksi dengan command center (milik Pertamina). Tapi tidak semuanya di bawah operasi Pertamina,” kata Ahad lagi.

Sementara itu, bagi yang dikelola swasta, maka akan menerima suplai Pertamina jika ada pembelian atau pemesanan.

“Menerima suplai Pertamina untuk dijual di SPBU. Kalau dia gak beli, gak pesan kita gak kirim. Tapi memang terpantau (di command center) tinggal berapa (ketersediaannya). Kita peringatkan, salah satunya keterlambatan pemesanan,” terangnya.

Persoalan penerima produk subsidi, lanjut Ahad dibutuhkan pengawasan lebih setelah tingkat distribusi paling akhir yang menjadi tanggung jawab Pertamina. Jika LPG 3 kilogram maka dari pangkalan resmi ke pengecer hingga pembeli. Begitu juga BBM dari SPBU yang tidak dikelola dan dimiliki langsung Pertamina.

“Kalau LPG kami menunggu regulasi seperti apa dan data awal seperti apa. Karena Kemensos, BPS, BI, Kemenkes punya data beda-beda. Akhirnya kami dapat jalan keluar dari Kemenko PMK. Ada data namanya Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE). Hanya yang masuk didata itu yang berhak. Kami masih nunggu lagi wasitnya mau main seperti apa. Kami sudah coba pendataan tiap daerah. Mulai misal pakai KTP jadi syarat beli. Pihak yang berwenang yang mengecek rumahnya,” tandasnya. (lta/fra/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs