Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengklaim berhasil menurunkan angka kemiskinan pada tahun 2022 jadi 4,72 persen setelah sebelumnya di tahun 2021 mencapai 5,23.
Febrina Kusumawati Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappedalitbang) Kota Surabaya mengatakan, pengentasan kemiskinan memang jadi concern (perhatian) Pemkot dalam 2-3 tahun terakhir. Terlebih, saat Pandemi Covid-19 banyak sektor ekonomi di seluruh dunia sedang memburuk.
“Di tahun 2020 kita presentase kemiskinannya di angka 5,02 setelah tahun sebelumnya (2019) mencapai 4,52 persen, Kemudian tahun 2021 jadi 5,23 persen, itu karena angka Covid-19 lagi tinggi-tingginya, ekonomi hancur dan kemiskinan naik, semua merasakan. Tapi dari 2021 ke 2022 turunnya (kemiskinan) luar biasa jadi 4,72 persen. Jadi kita turun banyak dan itu salah satu ceritanya karena program pemberdayaan UMKM dan Padat Karya yang kita lakukan,” jelas Febri saat mengudara di program Semanggi Suroboyo, Jumat (23/6/2023).
Menurutnya, concern program-program pemkot itu sejalan dengan 10 dari 17 Sustainable Development Goals (SDGs), program pembangunan berkelanjutan yang disusun negara-negara anggota PBB pada 2015 yang diharapkan tercapai pada 2030.
Adapun 10 point pertama SDGs diantaranya mencakup tanpa kemiskinan, tanpa kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas, kesetaraan gender, air bersih dan kelayakan sanitasi, energi bersih dan terjangkau, pekerjaan layak dan ekonomi tumbuh, inovasi industri dan infrastruktur, hingga berkurangnya kesenjangan.
Febri mengungkapkan kalau seluruh program sifatnya berfokus untuk mengurangi beban masyarakat miskin. Contohnya untuk sektor pendidikan, pemerintah kota akan membantu biaya SPP keluarga miskin.
“Kemudian dari segi perekonomian, pemerintah membantu untuk menambah penghasilan mereka, dengan cara apa? Salah satunya ya program Padat Karya tadi. Pemkot sejauh ini ada total 35-40 aset yang dikelola kelompok-kelompok masyarakat berpenghasilan rendah untuk dioptimalkan mengoptimalkan,” ungkapnya.
“Camat (wilayah aset) harus hadir mendampingi disitu, dibantu teman-teman dinas sebagai PIC sustain padat karya itu, mulai dari nol, merangkak sedikit, pasar ditambah sehingga penghasilan mereka (penerima Padat Karya) juga nambah dan akhirnya sudah tidak miskin,” jelasnya.
Setiap program pengentasan kemiskinan itu, lanjut Febri, dieksekusi berdasarkan peran dan data seluruh dinas-dinas terkait di lingkungan Pemerintah Kota Surabaya.
“Kalau tidak bisa mbleset (meleset) semua uang Pemkot itu jadi tidak jelas hasilnya. Jadi kita minta ke dinas-dinas, mana datanya, mana yang jadi sasarannya? Ini bukan hanya tugas satu dinas (Bappedalitbang),” ujarnya.
Dia mencontohkan untuk data kemiskinan berasal dari dinas sosial beserta camat/lurah masing-masing wilayah, sementara pembentukan kelompok-kelompok UMKM-nya dibentuk oleh dinas koperasi dan usaha mikro. Sedangkan dinas pariwisata bertugas akan mempromokan produk UMKM tersebut ke tempat-tempat wisata ataupun hotel.
“Kemudian ada dinas ketenagakerjaan, supaya bisa men-channeling-kan (menyalurkan) para penerima Padat Karya tadi setelah dilatih bisa masuk ke perusahaan profesional. Dinas cipta karya juga (dinas perumahan rakyat dan kawasan permukiman serta pertanahan/DPRKPP) untuk koordinasi bedah rumah yang tidak layak huni (rutilahu). Serta ada dinas sumber daya air dan bina marga (DSDABM) untuk penyerapan paving begitu,” paparnya.
Febri menegaskan, kalau semua sinergitas dinas-dinas di lingkungan Pemkot Surabaya itu merupakan core (inti) untuk mengentas kemiskinan di Kota Pahlawan. “Dan itu yang dilibatkan semuanya adalah masyarakat tidak mampu agar terbantu,” bebernya. (bil)