Jumat, 22 November 2024

Kemenkes Mulai Mengujicobakan Wolbachia di Sejumlah Daerah untuk Mengatasi Dengue

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Imran Pambudi Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes. Foto: Antara

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menyatakan Wolbachia sebagai inovasi teknologi yang ramah dan berkelanjutan untuk menghadapi penyakit dengue di Indonesia.

“Wolbachia adalah bakteri simbiotik yang dapat ditemukan pada lebih dari 70 persen spesies serangga di dunia, termasuk lalat, lebah, kupu-kupu, dan nyamuk,” ucap Imran Pambudi Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes dilansir Antara, Kamis (15/6/2023).

Tujuan penggunaan Wolbachia menurut Imran untuk mencegah nyamuk jenis Aedes Aegypti mereproduksi virus dengue dalam tubuhnya dan menular ke manusia.

Selain pencegahan, teknologi tersebut juga sebagai pelengkap program pengendalian dengue yang sudah ada seperti Gerakan Satu Rumah Satu Jumantik (G1R1J) dan Pokjanal Dengue.

Dari kajian yang dilakukan Kemenkes, ternyata nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia mempunyai ciri genetik yang sama dengan nyamuk Aedes Aegypti lokal.

Wolbachia yang merupakan bakteri baik juga bisa ditemukan di lingkungan sekitar manusia.

Kajian tersebut dianggap membuka peluang bagi penguatan pengendalian dengue, melalui upaya penggandaan jumlah nyamuk yang memiliki Wolbachia untuk dikawinkan dengan nyamuk pembawa Virus Dengue.

“Jadi, nyamuk-nyamuk itu akan diterbangkan yang Wolbachia-nya, kemudian dikawinkan dengan nyamuk Aedes yang lain (yang membawa virus) supaya keturunannya nanti tidak bisa lagi menyebarkan dengue,” tuturnya.

Imran melanjutkan, berdasarkan Kepmenkes Nomor 1341 Tahun 2022, Kemenkes akan menggelar pilot project teknologi Wolbachia di lima kota, seperti Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Kupang, dan Bontang.

“Dua minggu lalu sudah kita launching di Semarang, di Kecamatan Tembalang, kemudian akan bertahap ke kecamatan-kecamatan berikutnya,” kata Imran.

Hasil penyebaran tersebut menunjukkan teknologi itu terbukti mampu menurunkan insiden infeksi dengue 77,1 persen dan angka rawat inap sekitar 82,6 persen.

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pun mendukung berjalannya program itu, dan mengajukan Wolbachia sebagai salah satu inovasi pengendalian dengue pada tahun 2020.

Hasil itu diperkuat dengan analisis risiko yang dilakukan tim bentukan Kemenristek dan Balitbangkes Kemenkes tahun 2011 sampai 2016, yang menyatakan risiko teknologi Wolbachia dalam 30 tahun ke depan dapat diabaikan.

Selain Indonesia, Wolbachia juga sudah dijalankan di beberapa negara, seperti Singapura dan Brasil.

“Dulu sempat ada kekhawatiran apakah akan terjadi mutasi? Tapi, sebelum melakukan launching Wolbachia ini kamu sudah hati-hati. Sejak tahun 2011 kami sudah melakukan kajian bersama para ahli. Sehingga, tahun 2016 atau 2017, setelah dilakukan telaah lagi baru kami berani launch di daerah lain selain Yogyakarta,” katanya.

Hanya saja, imbuh Imran, pemerintah belum memiliki kapasitas untuk menyebarkan Wolbachia di lima kota tersebut secara langsung. Karena, perlu persiapan yang bertahap, seperti sosialisasi kepada masyarakat terlebih dahulu untuk tidak melakukan fogging yang menyebabkan nyamuk Wolbachia terbang.

Imran pun menekankan pentingnya peningkatan cakupan inovasinya untuk memproduksi telur Nyamuk Wolbachia yang jumlahnya masih terbatas.

“Jadi bisa kami simpulkan Wolbachia itu merupakan teknologi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,” tandasnya.(ant/bnt/rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs