Jumat, 22 November 2024

MK Tolak Gugatan Pemohon, Sistem Pemilu 2024 Tetap Proporsional Terbuka

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Anwar Usman Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dalam Sidang Pleno Khusus Laporan Tahunan yang disiarkan secara virtual di Jakarta, Rabu (24/5/2023). Foto: Antara/ Tangkapan Layar

Mahkamah Konsitusi (MK), hari ini, Kamis (15/6/2023), menggelar sidang pleno pengucapan putusan perkara judicial review sejumlah pasal tentang sistem pemilihan umum (pemilu) legislatif yang ada dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

Putusan itu dibacakan Hakim Anwar Usman, di Ruang Sidang Utama Gedung MK, Jakarta Pusat, dihadiri delapan dari sembilan Hakim Konstitusi minus Wahiduddin Adams, perwakilan DPR RI, dan perwakilan Presiden.

Dalam putusannya, MK menolak uji materi yang diajukan Demas Brian Wicaksono Pengurus Cabang PDIP Probolinggo bersama lima orang lainnya selaku pemohon.

Pemohon mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 426 ayat (3) di UU Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Sejumlah pertimbangan hakim antara lain, sistem proporsional terbuka tidak terbukti mengecilkan peran partai politik, karena ada fraksi selaku representasi parpol di parlemen, dan ada pergantian antarwaktu anggota dewan yang diatur partai politik.

Kemudian, penetapan sistem proporsional terbuka atau tertutup dalam pemilihan umum, tidak diatur secara eksplisit dalam UUD NRI 1945.

Menurut MK, sistem proporsional terbuka atau tertutup punya kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sehingga, ada peluang buat para pembuat undang-undang melakukan perubahan sistem.

Dengan putusan itu, sistem pemilihan calon anggota legislatif pada Pemilu 2024 tetap proporsional terbuka.

Artinya, masyarakat pemilik hak suara bisa memilih nama calon anggota dewan dari partai politik tertentu yang ada di kertas suara pada Pemilu mendatang.

“Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Mengadili, dalam pokok permohonan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Hakim Anwar Usman.

Dalam memutuskan perkara tersebut, Arief Hidayat Hakim Konstitusi memiliki pandangan berbeda (dissenting opinion) dengan delapan hakim lainnya.

Sekadar informasi, sidang perdana perkara tersebut digelar hari Rabu (23/11/2022). Sedangkan sidang terakhir digelar hari Selasa (23/5/2023) dengan agenda mendengarkan keterangan pihak perkait.

Mahkamah Konstitusi tercatat sudah menggelar enam belas kali persidangan, mulai dari pemeriksaan pendahuluan sampai pemeriksaan persidangan.

MK juga mendengar keterangan dari berbagai pihak, yaitu DPR, Presiden, beberapa pihak terkait, serta keterangan sejumlah ahli.

Sebelumnya, pemohon berpendapat, UU Pemilu mengecilkan organisasi partai politik dan pengurus partai politik.

Karena, KPU tidak menentukan caleg terpilih berdasarkan nomor urut sebagaimana daftar caleg yang disiapkan partai politik, melainkan berdasarkan suara terbanyak secara perseorangan.

Model penentuan caleg terpilih berdasarkan pasal a quo itu, menurut para pemohon menyebabkan para caleg merasa parpol cuma kendaraan untuk menjadi anggota parlemen, seolah-olah peserta pemilu adalah perseorangan, bukan partai politik.

Sehingga, mereka meminta Pemilu 2024 dan selanjutnya menerapkan sistem proporsional tertutup, di mana masyarakat pemilik hak suara cuma memilih gambar partai politik.

Sementara calon anggota dewan yang terpilih untuk duduk di parlemen ditentukan partai politik berdasarkan nomor urut. (rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs