Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta, hari ini, Senin (24/9/2018), menjatuhkan vonis 13 tahun penjara dan denda Rp700 juta subsider tiga bulan kurungan kepada Syafruddin Arsyad Temenggung mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Menurut majelis yang dipimpin Hakim Yanto, Syafruddin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam perkara penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama,” tegas Hakim Yanto, Senin (24/9/2018), di Ruang Sidang Utama Gedung Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Perbuatan Syafruddin lanjut majelis hakim, menghilangkan hak tagih negara atas utang Sjamsul Nursalim pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) selaku debitur BLBI.
Sekadar diketahui, kasus ini berawal dari BDNI yang mendapatkan dana BLBI sebanyak Rp5,4 triliun, pada tahun 1997. Lalu, Rp4,8 triliun digunakan untuk membantu para petani tambak udang dalam bentuk pinjaman/kredit.
Dalam prosesnya, Jaksa KPK menyebut pembayaran kredit para petambak udang itu macet, dan kewajiban membayar utang pinjaman tidak sampai lunas.
Tapi, Syafruddin menerbitkan Surat Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham yang menyatakan Sjamsul Nursalim, sudah melunasi utangnya kepada negara.
Padahal, BDNI baru membayar Rp1,1 triliun dari total utang Rp4,8 triliun. Sehingga, ada selisih Rp3,7 triliun yang belum dikembalikan.
Selain memperkaya diri sendiri dan orang lain, Syafruddin juga dinilai merugikan keuangan negara sebanyak Rp4,5 triliun berdasarkan hasil audit BPK tahun 2017.
Sekadar diketahui, putusan itu lebih rendah dari tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang meminta majelis hakim menjatuhkan vonis 15 tahun penjara serta Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Karena keberatan dengan vonis pengadilan tingkat satu, Syafruddin berencana naik banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Sedangkan Jaksa KPK pikir-pikir untuk mengajukan banding. (rid/iss/ipg)