Sebelumnya, Mahkamah Agung menyatakan bahwa mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif sebagai jawaban atas keluarnya PKPU nomor 20 tahun 2018 yang bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, yakni UU Pemilu nomor 7 tahun 2017.
Menampung harapan dan saran berbagai pihak yang menginginkan masa depan jalur legislatif yang bersih, masih dilakukan berbagai macam usaha yang sesuai dengan koridor hukum peraturan dan perundang-undangan yang ada.
Mohammad Amin, Ketua Badan Pengawas Pemilu Provinsi Jawa Timur, mengatakan pada Radio Suara Surabaya, Rabu (26/9/2018), salah satunya adalah dengan menandai caleg mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Mengacu pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji UU Pemilu yang menyebutkan bahwa mantan terpidana diperbolehkan mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten-kota asalkan yang bersangkutan mengakui kesalahannya di depan publik, Amin berharap, usulan kali ini tidak berbenturan dengan keputusan MK seperti PKPU.
Penandaan ini, menurut Amin, bisa diikutsertakan pada Daftar Caleg Tetap (DCT) yang biasa diperlihatkan di TPS, atau membuat pengumuman terpisah dari DCT.
“DCT yang biasa dipajang di TPS pada pintu masuk maupun papan pengumuman, sekaligus ditandai atau bisa membentuk pengumuman sendiri. Dari Bawaslu seperti itu,” paparnya.
Amin mengaku, ia setuju dengan KPU jika penandaan ini tidak memungkinkan jika diletakkan pada surat suara.
“Penandaan ini saya rasa sudah cukup,” ungkapnya.
Selanjutnya, Bawaslu Jatim masih tetap akan menunggu edaran dari Bawaslu pusat maupun KPU mengenai usulan penandaan caleg mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi di TPS ini. (nin/ipg)