Irfan Setiaputra Direktur Utama (Dirut) Garuda Indonesia mengunjungi Suara Surabaya Media pada Kamis (1/6/2023). Alumnus Institut Teknologi Bandung (ITB) itu bercerita tentang dinamika yang terjadi di Garuda Indonesia selama pandemi Covid-19. Hingga membuatnya ratusan kali ingin mundur dari maskapai pelat merah tersebut.
Irfan Setiaputra diterima Eddy Prastyo Manajer Produksi Suara Surabaya dan Irma Widya Budianti Manajer Marketing Suara Surabaya. Setelah berbincang hangat, Irfan menyapa publik di Kota Pahlawan sekitarnya melalui Radio Suara Surabaya.
Irfan bercerita bagaimana ia langsung dihadapkan dengan pandemi Covid-19 tidak lama usai ditunjuk sebagai Dirut Garuda Indonesia. Mereka terpuruk selama pandemi. Sebab orang-orang dilarang keluar rumah, apalagi naik pesawat. Situasi ini membuat pendapatan Garuda Indonesia turun drastis.
“Minusnya gila-gilaan. Kami mesti mengambil keputusan yang pahit. Jadi hal-hal yang kami bisa potong, kami potong. Sampai akhirnya kami tidak punya pilihan lain. Dengan berat hati menawarkan teman-teman untuk pensiun dini. Sementara mereka yang bertahan, kami potong,” cerita Irfan.
Semula, Irfan berpikir pandemi hanya berlangsung beberapa bulan. Namun situasi semakin buruk seiring kemunculan varian Delta. Maka efisiensi harus dilakukan. Dengan memotong gaji karyawan dan mengurangi tenaga kerja, Garuda berusaha tetap hidup di tengah pandemi.
Irfan harus menghadapi risiko akibat mengeluarkan keputusan yang tidak populer. Pria 58 tahun itu mengaku mendapatkan protes dan kemarahan dari karyawan yang menjadi korban efisiensi. Namun jalan pahit ini harus diambil, agar Garuda Indonesia bisa terbang kembali.
Bersama karyawan yang masih bertahan, Irfan berjuang agar Garuda Indonesia ini tidak pailit. Irfan tetap ngantor selama pandemi. Ia bersama jajaran direksi lainnya berupaya keras agar Garuda Indonesia tidak gulung tikar.
“Ancaman perusahaan menjadi pailit itu besar sekali. Sementara nama Garuda kan wow sekali. Kalau sampai pailit, nama dan reputasi saya (akan) seperti apa. Itu yang bikin selalu deg-degan setiap hari,” ungkap Irfan.
Situasi yang sulit membuat Irfan sempat terbesit keinginan untuk mundur. Hasrat itu muncul hingga ratusan kali.
“Lebih tepatnya 138 kali. Memang ada beberapa insiden yang membuat keinginan mundurnya itu kencang sekali,” terang Irfan.
Pada saat-saat sulit itu, Irfan acap kali berdiskusi dengan Luthfiralda Sjahfirdi sang istri. Selain itu, Irfan juga mendekatkan diri dengan Ilahi. Akhirnya niat untuk mundur itu tidak pernah terealisasi. Irfan masih menjabat Dirut Garuda Indonesia hingga kini.
“Yang menahan saya untuk mundur ada dua hal. Pertama, kok saya yang disuruh megang perusahaan seperti ini. Kan ada banyak yang lebih pintar. Yang doktor-doktor. Yang punya pengalamannya gila-gilaan. Serta lulusan luar negeri. Kok saya yang disuruh pegang pada saat ini. Jangan-jangan Gusti Allah punya rencana khusus,” ungkap Irfan.
“Kedua, banyak keluarga dan teman-teman yang selalu bilang bahwa tidak ada cobaan yang diberikan ke seseorang ketika seseorang itu tidak bisa lewati. Basisnya dua saja. Jadi saya fight terus,” imbuh Direktur Utama Garuda Indonesia ke-18 itu.
Sekarang situasi mulai membaik seiring dengan berakhirnya pandemi. Lambat laun Garuda Indonesia meroket lagi. Bahkan emiten berkode GIAA itu baru saja merilis laporan laba bersih sebesar 3,8 miliar dollar AS, atau setara Rp56,9 triliun di sepanjang 2022.
Menurut Irfan, karyawan Garuda Indonesia sudah menerima gaji penuh. Seperti sebelum terjadinya pandemi Covid-19.
“Sebenarnya beberapa bulan lalu kami sudah bayar penuh. Pelan-pelan kami kembalikan. Malah sekarang kami naikkan gajinya,” ungkap pria kelahiran Jakarta itu.
Membawa Garuda Indonesia melewati badai pandemi, tentu bukan pekerjaan mudah. Akan tetapi, Irfan berhasil melakukannya. Salah satu kuncinya adalah berani. Termasuk berani mengambil keputusan meski itu tidak popular.
“Saya selalu bilang ke teman-teman. Kalau mau menjadi orang popular, jangan jadi pemimpin. Jadilah penjual es krim. Karena semua orang senang. Yang jual senang, yang makan juga senang,” tegas Irfan. (saf/faz)