Jumat, 22 November 2024

DPRD Soroti Pasien Meninggal di RS Soewandhie, Direktur : Sudah Kami Tawarkan Rujukan 

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Ruang IGD RS. dr. M. Soewandhi Surabaya. Foto: Meilita suarasurabaya.net

DPRD Kota Surabaya menyoroti kasus warga meninggal dunia setelah menunggu antrean ruangan Intensive Care Unit (ICU) RSUD dr. Mohamad Soewandhie.

Pasien itu diketahui atas nama Asiasih (52) warga Tanah Merah, Kelurahan Tanah Kali Kedinding, Kecamatan Kenjeran, Kota Surabaya.

Reni Astuti Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya setelah mengecek laporan warga terkait kasus antrean ini menyebut, kalau Asi masuk rumah sakit dengan kondisi tubuh yang sudah memburuk.

“Laporan warga ada pasien yang kondisinya semakin buruk, tapi nggak bisa masuk ICU karena penuh. Ternyata benar, ibu usia 52 tahun sama dua anak dan suaminya (di rumah sakit). Kondisinya sudah nggak sadar, badan sudah dingin, tapi masih bernapas dengan alat bantu di mulut di ruang perawatan,” katanya dikonfirmasi suarasurabaya.net, Kamis (1/6/2023)

Reni mengkonfirmasi pihak rumah sakit pun membenarkan kamar penuh. Dan pasien harus menunggu tiga hari di Instalasi Gawat Darurat (IGD) sejak awal masuk demi mendapat kamar perawatan. Sampai akhirnya kondisinya memburuk dan mengharuskannya dirawat di ICU namun lagi-lagi masih penuh.

“Saya datang (kemarin), saya konfirmasi direktur memang menyatakan penuh (ICU). Tapi beberapa waktu (terakhir) itu infonya bisa masuk (ICU) tapi ketika mau masuk sudah meninggal. Itu pun ketika saya sudah di sana,” terangnya.

Merespon kasus ini, Reni meminta supaya ada sistem terintegrasi antara RSUD dr. Mohamad Soewandhie dengan rumah sakit lain untuk rujukan pasien ketika ruangan penuh.

“RS Soewandhie ini kan secara layanan kan sebenarnya sudah banyak perbaikan utamanya rawat jalan, antrean semakin pendek, ada rekam medik digital dan nakes bagus cepat, saya apresiasi. Tapi atas kejadian kemarin, saya tetap ini perlu jadi evaluasi layanan rawat inap,” bebernya lagi.

Terpisah dokter Billy Daniel Messakh Direktur Utama RSUD dr. Mohamad Soewandhie mengklarifikasi, pasien memang datang ke IGD sejak tanggal 27 Mei pukul 23.32 WIB saat seluruh ruangan penuh.

“Pas dia datang kamar kita sudah penuh. Karena penuh kami tawarkan rujuk, keluarga menolak. Setiap penuh Standar Operasional Prosedur (SOP) kita tawarkan rujuk, kalau menolak harus tanda tangan penolakan,” jelasnya.

Usai pasien menolak dirujuk ke rumah sakit lain, dua hari kemudian, 29 Mei pasien masuk ke ruang perawatan, Ruang Teratai dengan kondisi semakin memburuk.

“Waktu tanggal 29 kondisi sudah naik turun dia. Diperiksa dokter penanggung jawab dia ada gangguan di paru. Sekitar tanggal 30 kita tawarkan masuk ICU, karena penuh, kembali kita tawarkan rujuk. Tapi, anaknya menolak dan konfirmasi ke keluarga ditawari ICU,” terangnya lagi.

Asih pun masih bertahan hingga hari berikutnya, lalu tanggal 30 Mei pihak rumah sakit kembali menawarkan rujuk namun ditolak lagi. Keluarga pasien lebih memilih menunggu antrean masuk ICU meski berada diurutan keenam.

Hingga akhirnya Asih akan masuk ICU kemarin, Rabu (31/5/2023) namun pasien tersebut lebih dahulu menghembuskan napas terakhir pukul 12.43 WIB.

“Tanggal 29 itu inden masuk ICU itu ke-6. Tanggal 31 dia (sudah) masuk inden (urutan) pertama. Tapi karena kondisi tetap menurun, kita selalu tawarkan rujuk atau menunggu. Dia mau. Udah ada tempat di dalam. Kondisinya dia menurun, pada saat itu ada dokter penanggungjawab bilang, kondisi (pasien sudah) meninggal di Ruang Teratai,” jelasnya.

Billy menegaskan selalu menjalankan SOP untuk menawarkan rujukan pada pasien ketika ruangan yang diperlukan penuh. Jika keluarga menolak juga harus membubuhkan tanda tangan di atas kertas.

“Sudah. Ada tanda tangan mulai IGD sampai ICU menolak rujuk itu ada. Kita selalu edukasi kondisi memburuk perlu ICU, di sini penuh, kita akan rujuk tapi dia (keluarga) bilang di sini aja nunggu,” tandasnya. (lta/wld/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
34o
Kurs