Tengku Zulkifli Usman Pengamat politik luar negeri mengatakan, ada pelajaran berharga yang bisa diambil Indonesia dari Pemilu Turki 2023.
Pemilu Turki mengutamakan politik adu gagasan, adu ide dan adu narasi di ruang publik.
Sementara politik uang (money politics), bagi-bagi sembako seperti beras dan minyak goreng tidak dipilih masyarakat Turki.
“AK Parti partainya Erdogan (Recep Tayyip Erdoğan) ini berhasil mendidik masyarakat Turki. Ada transfer narasi dan prestasi yang bagus dari Erdogan. Sehingga, meski dikasih sembako dan lain-lain oleh lawannya, mereka tetap nggak milih,” ujarnya dalam Gelora Talk ‘Menyongsong Pilpres 2024: Pelajaran dari Pemilu Turki, Rabu (24/5/2023) sore.
Menurut dia, Kemal Kılıçdaroğlu, yang didukung CHP (Partai Rakyat Republik) dan mendapatkan bantuan dana 300 miliar Lira dari Uni Eropa dan Amerika Serikat, kalah dengan Erdogan yang tidak memiliki dana besar lantaran memiliki basis massa tradisional dan manajemen kampanye yang bagus.
“Meski CHP sudah bagi-bagi sembako seperti minyak goreng dan beras, serta berhasil mengerahkan massa dalam jumlah besar. Masyarakat Turki nggak peduli, mereka nggak pilih, karena pakai cara-cara yang tidak mendidik. Tapi, lawan Erdogan bisa masuk putaran kedua, itu sudah luar biasa. Saya yakin Erdogan tetap akan menang,” imbuhnya.
Zulkifli berharap partai politik di Indonesia bisa mencontoh AK Partai (Partai Keadilan dan Pembangunan), yang dianggap sebagai partai modern.
“Indonesia ini sudah saatnya move on dari cara-cara berpolitik yang lama, itu sudah usang. Kita sudah reformasi 25 tahun, sudah cukup membiarkan budaya buruk seperti ini dalam politik kita,” katanya.
Masyarakat, lanjutnya, seolah-olah tidak pernah diajak berpikir, bahkan dianggap tidak bisa berpikir, cukup diberi minyak goreng dan beras saja dalam setiap pemilu, mereka akan pilih.
“Padahal politik itu sejatinya transfer narasi ke generasi. Coba lihat para ketua umum itu tidak ada yang mau turun, mereka maunya jadi pejabat terus. Padahal, sudah tua, encokan, rematik dan tidak ada waktu belajar,” timpalnya.
Untuk pendidikan politik, harusnya mereka para elite turun dan ada transfer narasi dari generasi ke generasi.
“Ini bukan persoalan kursi. Tapi, sebenarnya yang senior itu harus legowo transfer narasi ke generasi muda. Sayangnya, itu tidak terjadi di Indonesia,” sebutnya.
Zulkifli menegaskan, apa yang dilakukan Erdogan patut dicontoh para pemimpin dan ketua umum partai di Indonesia, karena mengedepankan kecerdasan berpolitik adu gagasan, adu ide dan adu narasi.
“Bukan sebaliknya, mengedepankan politik barbar. Apa pun masalahnya, apa pun polemiknya di masyarakat, ayo diselesaikan di kotak suara. Itu ajakan yang disampaikan Erdogan, makanya dia tidak pernah ngotot dengan satu jabatan apa pun, kecuali itu semua kehendak rakyat,” ujarnya.
Karena itu, sambung Zulkifli, tiga upaya kudeta terhadap Erdogan selalu gagal, meski mendapatkan dukungan dari Uni Eropa dan Amerika Serikat yang tidak menginginkan Erdogan berkuasa lagi.
“Erdogan memiliki leadership yang kuat membawa perubahan, view baru di Turki. Meski banyak permainan geopolitik global tetap tidak pernah berhasil, karena kecerdasan politik adu gagasan, adu ide dan tidak barbar telah memenangkan hati masyarakat Turki,” tandasnya.(faz/rid)